Kesaksian
murtadin masih menjadi andalan misionaris Kristen untuk memurtadkan
umat Islam. Baru-baru ini beredar mailis kesaksian seorang Kristen
mantan muslimah yang mengaku bernama Fatimah, berasal dari negara Islam
(Timur Tengah).
Dalam
kesaksiannya, Fatimah mengaku memutuskan murtad menjadi Kristen setelah
mempelajari buku-buku Islam terbitan dalam bahasa Inggris selama 9
tahun. Dari buku-buku itu ia merasa bahwa ibadah dalam Islam itu sangat
ruwet. Berikut kesaksiannya:
“Saya
mempunyai kerinduan untuk bersaksi kepada orang-orang bahwa saya telah
meninggalkan Islam. Itulah sebabnya saya mencoba membagikan kesaksian
saya melalui tulisan ini.
Saya
tinggal di negara Islam. Lahir dan dikelilingi orang-orang Islam.
Selama tiga puluh tahun saya hidup bahagia sebagai Muslim, dan
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh.
Suatu
hari saya mulai mempelajari agama Islam lebih dalam. Inilah awal yang
mengubah iman Islam saya. Saya membutuhkan waktu sembilan tahun untuk
menyadari bahwa agama Islam tidak mungkin berasal dari Allah.
Saya
mulai membaca ulang Al-Quran dalam bahasa Arab dan Inggris, juga hadits
dan tafsiran serta biografi Muhammad. Saya sungguh kecewa! Semakin saya
membaca, semakin saya menjauh dari Islam. Saya pun berdoa dengan takwa.
Berseru di atas sajadah, memohon agar Allah memberi petunjuk.
Ritual
agama Islam yang ruwet. Beribadah tidak dapat menenangkan diri saya.
Saya juga tidak dapat lagi menikmati Ramadhan. Pada hal umat Muslim
percaya shalat dapat menenangkan jiwa dan mereka juga menikmati
Ramadhan.
Ritualnya
ruwet sekali, bahkan dapat membuat frustasi. Seperti, berwudhu akan
dianggap batal bila kita buang angin. Sehingga harus diulang lagi. Buang
angin saat shalat, maka wudhu dan shalatnya harus diulang dari awal.
Seseorang yang sudah menikah, selesai bersetubuh harus mandi sesegera
mungkin dengan ritual tersendiri. Jika tidak, dianggap tidak “bersih”
untuk shalat berikutnya. Perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh
menyentuh Al-Quran.”
Sayangnya,
otentisitas kesaksian itu tidak detil sehingga tidak bisa dilacak
kebenarannya. Penulis kesaksian hanya mengaku bernama Fatimah dan
tinggal di negara Islam tanpa menyebutkan secara lengkap alamat maupun
nama negaranya. Dengan anonim seperti ini, maka kesaksian itu patut
diragukan kebenarannya. Kemungkinan besar, kesaksian itu hanyalah
rekayasa para misionaris Kristen untuk mempengaruhi akidah kaum awam
agar murtad.
Meski kesaksian itu tidak jelas, namun karena sudah menjelek-jelekkan Islam, maka edisi ini penulis mengupas seperlunya.
Dalam
kesaksian itu Fatimah mengakui bahwa selama tiga puluh tahun taat
menjadi seorang Muslimah, ia hidup dalam damai sejahtera. Fatimah
sendiri berterus terang bahwa saat itu ia menjalankan agama dengan
sungguh-sungguh.
Kemudian
Fatimah merasa ragu-ragu terhadap Islam, setelah ia mempelajari
buku-buku bahasa Inggris yang mengupas tentang Islam. Meski Fatimah
tidak menjelaskan apa saja judul buku yang dibacanya, tapi kita bisa
memastikan bahwa buku-buku yang ditelaah adalah buku-buku orientalis
atau misionaris salibis yang memojokkan Islam. Terbukti, setelah membaca
buku-buku itu Fatimah menggerutu: “Saya sungguh kecewa! Semakin saya
membaca, semakin saya menjauh dari Islam.”
Setelah
membaca buku-buku non Islam itu, pemikiran Fatimah teracuni misi
pemurtadan, sehingga beranggapan negatif terhadap ibadah Islam. Ia pun
menuding kaifiyat ibadah Islam sangat ruwet, tidak menenangkan jiwa dan
membuat frustasi.
Beberapa
aturan ibadah Islam yang dianggap ruwet dan membuat frustasi adalah
syariat thaharah (bersuci), antara lain batalnya wudhu bagi orang yang
buang angin (kentut) dan wajibnya mandi janabat (mandi besar) bagi
pasangan suami istri setelah bercampur (jima’).
Pada
hakikatnya tak ada sedikit pun kesulitan dalam menjalankan ibadah Islam,
termasuk thaharah. Semua syariat itu diturunkan Allah untuk
kemaslahatan manusia, bukan untuk memberi beban yang memberatkan.
“Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (Qs Al-Ma’idah 6).
Thaharah
(bersuci) diwajibkan kepada umat Islam sebelum beribadah menghadap
Allah Yang Maha Suci (Al-Quddus). Sebagai hamba Allah yang bertakwa,
bersuci sebelum menghadap-Nya merupakan kewajiban. Karena Allah Yang
Maha Suci itu sangat mencintai hamba-Nya yang mensucikan diri.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (Qs Al-Baqarah 222).
...Jika
Fatimah merasa ruwet dan frustasi mengamalkan syariat thaharah. Ini
bukti bahwa dia adalah wanita jorok dan primitif yang tidak suka
kebersihan...
Bersuci
adalah persiapan menghadap Allah, karena dalam keadaan suci, maka ibadah
kepada Allah dapat dilakukan dengan khusyuk dan sempurna.
Dalam kitab Hikmatut-Tasyri’ Wafalsafatuh, dijelaskan
bahwa dengan bersuci secara kotoran dan najis fisik, umat Islam
diharapkan bisa menyelami hikmah dan falsafah bersuci, yaitu menyucikan
diri dari noda perbuatan dosa, membersihkan hati dari sifat-sifat
tercela, dan membersihkan jiwa dari syirik.
Salah
satu hikmah mengapa buang angin membatalkan wudhu, karena angin yang
keluar dari lubang belakang (anus/dubur) adalah biangnya penyakit. Di
antara empat angin yang keluar dari tubuh manusia, hanya angin yang
keluar dari dubur saja yang membatalkan wudhu. Sedangkan angin yang
keluar dari qubul, sendawa dan bersin tidak membatalkan wudhu karena
tidak masuk dalam kategori biang penyakit.
Secara
teologis, syariat thaharah itu sangat indah dan sesuai dengan ajaran
para nabi terdahulu. Seharusnya kita tidak merasa asing dengan thaharah,
kitab Imamat Musa dalam Bibel sendiri menekankan pentingnya
kedudusan/kesucian, sehingga menetapkan syariat halal-haram dan
suci-najis (Imamat 10:10). Karenanya, Musa dalam Bibel mengajarkan
berwudhu sebelum masuk rumah ibadah (Keluaran 40:31-32), melepas kasut
di tanah kudus (Keluaran 3:5, Yosua 5:15), dll.
Jika
Fatimah merasa ruwet dan frustasi mengamalkan syariat thaharah, maka
bisa dipastikan bahwa murtadin Kristen ini adalah wanita yang jorok dan
primitif yang tidak suka dengan kebersihan.
Buktinya,
Fatimah menganggap ruwet terhadap kewajiban bersuci bagi pasangan suami
istri usai jima,’ dan tidak sah shalatnya sebelum mandi besar. Apakah
Fatimah ingin agar bebas beribadah kepada Tuhan dalam kondisi tidak suci
usai bercampur suami istri? Apakah ini alasan Fatimah pindah ke
Kristen, supaya bebas ibadah dalam kondisi tak suci? Astagfirullah,
betapa joroknya murtadin Kristen ini!
...Kesucian jasmani dan rohani sangat penting bagi manusia. Tanpa itu, tak ada beda antara manusia dengan binatang...
Kesucian
sangat penting bagi manusia, baik suci jasmani maupun rohani. Tanpa
itu, tak ada bedanya antara manusia dengan binatang.
Wanita Mana Berani Mengamalkan Syariat Bibel?
Murtadin
Fatimah menganggap aturan Islam yang melarang wanita haid (menstruasi)
memegang kitab suci Al-Qur'an, sebagai aturan yang ruwet dan membuat
frustasi.
Hanya
orang tak waras saja yang frustasi dengan syariat bersuci. Namanya saja
kitab suci, maka logika sederhana manapun pasti bisa menerima bila orang
yang memegangnya harus orang yang tidak najis (hadas).
Wajar
jika Fatimah murtad masuk Kristen supaya bebas memegang dan membaca
Bibel dalam keadaan junub maupun menstruasi. Sebab hanya kitab yang
benar-benar Kitab Suci saja yang layak dibaca oleh orang-orang yang suci
dari najis.
Bila
mengkaji Islam secara objektif, sesungguhnya syariat itu sangat mudah
dan relevan. Wanita menstruasi tidak menajiskan, tapi hanya najis dan
dilarang melakukan shalat, shaum, thawaf, menyentuh dan membawa mushaf,
masuk masjid dan bersetubuh (coitus). Wanita yang suci dari haid pun
cukup bersuci dengan mandi janabah (mandi besar).
Mari kita lakukan studi komparasi antara syariat thaharah menurut Islam dengan syariat Bibel.
Syariat
haid dalam Bibel mengajarkan secara ekstrem bahwa wanita menstruasi itu
najis dan menajiskan selama tujuh hari (Imamat 15:19-30). Setiap orang
yang kena darah menstruasi menjadi najis sampai matahari terbenam (ayat
19); semua benda yang ditiduri dan diduduki menjadi najis (ayat 20);
orang yang kena tempat tidur atau tempat duduk wanita menstruasi menjadi
najis sampai matahari terbenam dan harus mencuci pakaian dan tubuhnya
dengan air (ayat 21-22); orang yang menyentuh benda yang ada di tempat
tidur wanita haid menjadi najis sampai matahari terbenam (ayat 23);
laki-laki yang tidur bersama wanita haid menjadi najis selama 7 hari
(ayat 24); setelah suci dari haid, maka pada hari kedelapan harus
mempersembahkan 2 ekor burung tekukur atau 2 ekor anak burung merpati
sebagai korban bakaran (ayat 29-30).
...Pada zaman modern sekarang ini, siapa yang mampu mengamalkan syariat haid dalam Bibel?...
Dalam
Bibel Perjanjian Baru, Yesus tidak berkomentar apapun tentang wanita
menstruasi. Secara umum disebutkan dalam Matius 5:17-18 bahwa dia tidak
merombak hukum Taurat, tapi menggenapinya.
Pada
zaman modern sekarang ini, siapa yang mampu mengamalkan syariat haid
dalam Bibel? Adakah orang Yahudi maupun Kristen yang konsekuen
mempraktikkan ayat Bibel tersebut? Dengan syariat yang ekstrem tersebut,
akankah Fatimah merasa ruwet dan frustasi lalu pindah agama lagi? [A.
Ahmad Hizbullah MAG/Suara Islam]