This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. (Arrahmah.com) – Bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan masyarakat mujahidin Ash-Shabab Somalia pada Ahad (3/2/2013) kembali melaksanakan sejumlah program penting di wilayah yang berada dalam pemerintahan mereka. Di distrik Islam Kido, mujahidin mengadakan pelatihan ilmu syariat bagi penduduk setempat....

BULO BURTI

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

IMAM SUPRIADI UNTUK INDONESIA

28 Sep 2012

Wacana Jenazah Koruptor Tak Boleh Disalati Gagal, Kini Koruptor Ingin Dilarang Haji

Jakarta (SI ONLINE) - Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saefudin, mendukung wacana yang dikembangkan oleh jamaah haji Indonesia yang sedang menunaikan ibadah haji untuk melarang atau mengharamkan koruptor menunaikan ibadah haji.

Alasan yang dikemukakan untuk itu menurutnya cukup kuat dan bisa memperkuat upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi.

“Saya setuju wacana itu. Koruptor memang seharusnya dilarang naik haji karena memang tidak seharusnya uang korupsi dipergunakan naik haji. Koruptor disini bukan hanya dilihat dari kacamata hukum, tapi lebih kepada kacamata moral. Kalau ada koruptor yang paling tidak paham ajaran agama, paling tidak dia bisa membatalkan niatnya untuk naik haji,” ujar Lukman, Kamis (27/9/2012), seperti dikutip Antaranews.

Dengan jumlah koruptor yang banyak di Indonesia, dirinya yakin jika larangan atau himbauan itu diterapkan akan dapat mengurangi daftar tunggu jamaah untuk berangkat haji.

”Jadi memang yang berangkat seharusnya adalah rakyat dulu yang menabung dengan susah payah untuk bisa melaksanakan rukun Islam,” tegas Wakil Ketua Umum PPP itu.

Rakyat yang jujur menurutnya haknya tidak boleh dikalahkan oleh para koruptor dalam menjalankan ibadah haji. “Koruptor itu sudah makan uang rakyat, masak jatah rakyat untuk berhaji mau mereka gunakan juga. Ini namanya makan hak rakyat berkali-kali,” tegasnya.

Setiap orang yang mau berangkat haji diharuskan untuk melaksanakan sholat tobat karena memang berhaji itu adalah salah satu jihad di jalan Allah. Para koruptor belum serius bertobat jika belum mengembalikan harta hasil yang telah dikorupsinya.

”Yah belum sah sholat tobatnya kalau hartanya korupsinya belum dikembalikan kepada rakyat. Nah kalau sudah mengembalikan baru lah naik haji,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua DPR RI, Marzuki Alie. Menurutnya pada prinsipnya dirinya setuju jika ada usulan dari jamaah untuk melarang koruptor yang belum taubat untuk pergi ke tanah suci.

“Prinsipnya saya setuju. Tapi semua itu tentunya harus didukung fakta, bagaimana pembuktiannya,” ujar Marzuki.

Dirinya melihat semua hal ini kembali kepada nurani para pejabat itu sendiri dan bagaimana pemahaman agamanya.

“Kesulitannya tentunya untuk membuktikan seseorang itu koruptor kan harus ada putusan pengadilan. Kalau himbauan moral saja agak sulit karena para koruptor itu selalu merasa dia tidak melakukan korupsi. Jadi susah juga membatasinya,” tegasnya.

red: shodiq ramadhan

Hatta Taliwang Gugat Kaum Minoritas Pemuja Gus Dur yang Supermakmur Penindas Mayoritas!


Redaksi Salam-Online –
Muhammad Hatta Taliwang
JAKARTA (salam-online.com): Makin eksisnya kaum monoritas, khususnya  etnis Tionghoa, tak terlepas dari peran dan “perjuangan” Gus Dur.
Maka, terutama di kalangan minoritas, Gus Dur amat “dipuja”. Karena, dengan ‘perjuangan’ Gus Dur itulah, kelompok minoritas negeri ini tak hanya kian berjaya di bidang ekonomi, tapi juga merambah ke dunia politik.
Dulu, hari raya imlek tak libur nasional, lalu saat Gus Dur jadi presiden, hari besar kaum China itu ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Sebelum merambah dunia politik, mereka sudah tampil luar biasa di bidang ekonomi, menguasai 90% sektor ini di Indonesia. Bahkan dunia pendidikan pun mereka ‘kunci’. Banyak sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah milik kaum minoritas. Begitu pula di bidang media. Bahkan media–khususnya televisi–digunakan untuk bisa eksis di dunia politik.
Sekarang, di bidang politik kelompok minoritas kian giat. Bahkan untuk melengkapi tangga sukses mereka, banyak pula pejabat menjadi pelayan yang baik bagi golongan ini. Ini sejak dulu.
Padahal, umat mayoritas yang kebanyakan hidup nelangsa di negeri ini kian miskin. Tak punya peluang untuk menjadi hidup lebih baik.
Sementara umat Islam yang minoritas di Eropa, Amerika, dan di mana pun, mereka tetap diperlakukan sebagai warga minoritas yang hak-haknya jauh berbeda dibanding kelompok mayoritas. Mereka mendapat perlakuan yang amat diskriminatif.
Nah, di negeri mayoritas Muslim ini, golongan minoritas hidup supermakmur, bahkan bisa mengatur para pejabat dan sangat menguasai roda kehidupan, utamanya bidang ekonomi, pendidikan, media–dan kini politik.
Begitulah fakta dan realitasnya, memang. Jika di satu negeri yang mayoritasnya adalah kaum Muslimin, maka kelompok minoritas sangat dilindungi–banyak pembelanya dan didukung media, sehingga ironisnya sampai mengalahkan kaum mayoritas dan si mayoritas pun jadi “tertuduh”–meskipun kekeliruan ada pada sang minoritas.
Sebaliknya, jika di sebuah negeri umat Islam pada posisi minoritas, jangan harap berkehidupan dalam semua aspek berada di pihak mereka. Yang ada, mereka tetap menjadi warga kelas rendah, tertindas dan ditindas!
“Mereka harus bersyukur atas perjuangan Gus Dur dilanjutkan oleh SBY sekarang,” kata Koordinator Gerakan Diskusi 77/78, Muhammad Hatta Taliwang, Rabu (26/9/2012).
Karena Gus Dur memperjuangkan kaum minoritas atas dasar kemanusiaan, Hatta pun meminta kelompok minoritas pendukung Gus Dur giliran mendukung kelompok mayoritas atas nama kemanusiaan.
“Atas nama kemanusiaan pula, saya bertanya, terutama ke pendukung Gus Dur minoritas yang sudah superkaya dan supermakmur, sejauh mana perjuangan Anda untuk berjuang bersama kaum mayoritas miskin yang ratusan juta dan tertindas di negeri ini? Mereka tidak butuh charity atau kedermawanan atau belas kasihan dari Anda dengan memberi angpau seperti memberi makan bebek. Mereka butuh supporting agar perjuangan mereka dalam hal upah, tanah, hasil pertanian, perkebunan, kesempatan kerja dan lain-lain bisa sukses,” gugat Hatta.
Hatta mengingatkan bahwa kelompok mayoritas miskin dan tertindas itu bukan karena malas, bodoh,  tidak kreatif dan tidak memiliki sumber daya. Persoalan kemiskinan dan pemiskinan massif justru terjadi dan menimpa mereka karena ada kebijakan yang tak berpihak kepada mereka, sebagaimana dikatakan Henry Veltemeyer, sebagai akibat dari proses akumulasi kekayaan di satu sisi, serta penghisapan serta pemiskinan di sisi lain.
Masih mengutip Veltmeyer, Hatta mengingatkan bahwa kemiskinan kelompok mayoritas itu bukan terjadi alamiah, melainkan karena desain kebijakan politik-ekonomi neoliberalisme dan globalisasi kapitalis.
“Maka pertanyaanku kepada pemuja Gus Dur yang sudah supermakmur, atas nama humanisme, apakah Anda peduli pada masalah-masalah yang dihadapi mayoritas rakyat di sini? Dan berjuang melawan neoliberalisme? Atau malah Anda enjoy dan menjadi aktor aktif dari sistem yang menindas ini?” tanya dan sekaligus gugatan Hatta atas kaum minoritas yang pada makmur di negeri ini.
Sesungguhnya kaum mayoritas negeri ini pun tak berharap kelompok minoritas membantu mereka. Yang penting minoritas itu tahu diri. Sudah dibantu dan hidup makmur jangan malah ngelunjak! Begitu kira-kira.
Dan yang diharapkan kelompok mayoritas negeri ini adalah kebijakan yang berpihak pada mereka. Masak penduduk mayoritas negeri ini malah ditelantarkan, dan lebih melayani minoritas.
Tapi begitulah, memang realitasnya. Mayoritas yang menjadi pekerja minoritas, misalnya, jika menggugat kecilnya gaji, tak manusiawinya perlakuan atas mereka, atau sistem ketenagakerjaan yang acak-adut, umumnya policy pemerintah tak berpihak pada mereka.
Begitulah jika syariat Islam tak dipakai dalam kehidupan, kehidupan berpolitik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Jika syariat Islam jadi panglima untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, maka, baik mayoritas maupun minoritas diperlakukan adil dan sama-sama dilindungi.
Itulah pemerintahan Islam yang pernah dipraktikkan di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Khulafa -ur-Raasyidiin. (rmol/salam-online.com)

Lagi, Muslim Thailand Demo Kedubes AS, Dihadang Aparat


Redaksi Salam-Online –
BANGKOK (salam-online.com): Ratusan orang menggelar unjuk rasa menentang peredaran film “Innocent of Muslims” di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Bangkok, Thailand.
Pengunjuk rasa menuntut agar pembuat film tersebut diberi hukuman.
Menurut Associated Press, Kamis (27/9/2012) seperti dikutip okezone, sekitar 300 anggota kepolisian dikerahkan untuk mengawal aksi yang dilakukan oleh 200-an orang tersebut.
Dilaporkan, aksi protes ini diorganisir oleh Muslim Group for Peace. Unjuk rasa ini adalah yang kedua kalinya terjadi di Thailand dalam dua pekan terakhir.
Dalam aksinya para pengunjuk rasa mendesak agar Pemerintah AS segera menghukum pembuat film yang dinilai menistakan Islam tersebut.
Para pengunjuk rasa meminta agar Duta Besar AS bersedia menerima surat protes dari mereka. Namun permintaan itu ditolak. Massa yang marah kabarnya sempat mendorong barikade pengamanan.
Ratusan aparat kepolisian Thailand menghadang dan mencegah  pengunjuk rasa untuk merangsek ke kedubes AS, sehingga sempat terjadi saling dorong.
Kendati demikian tidak ada bentrokan serius dalam aksi ini.

Densus 88 geledah kontrakan tukang roti, pemilik kontrakan hampir pingsan

SOLO (Arrahmah.com) - Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri di Sukoharjo hari ini menggeledah rumah kontrakan yang ditempati seorang pria bernama Fendi. Dia sehari-hari dikenal sebagai penjual roti keliling.

Rumah kontrakan Fendi yang beralamat di Tuwak, RT 1 RW 5, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, merupakan milik Andi yang merupakan warga setempat.

Berdasarkan keterangan dari istri pemilik rumah yang dikontrak Fendi, Sartini, Fendi mengontrak rumah tersebut sekitar dua tahun yang lalu. Dia mengontrak bersama dengan istri dan dua anaknya.

"Kalau nggak salah, Fendi berasal dari Bekonang, Sukoharjo. Sedangkan istrinya dari Surabaya," kata Sartini, Kamis, (27/9) seperti dilansir vivanews.

Ketika digeledah Densus, kata Sartini, kondisi rumah tersebut kosong tidak berpenghuni. Pasalnya, sejak dua minggu yang lalu Fendi dan keluarganya pamit pulang ke Surabaya.

"Ketika mereka pergi, pamitnya mau pulang nganterin ibunya naik haji. Ini kunci ditinggalkan kepada saya. Setiap sore saya selalu menyalakan lampu di rumah tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, Fendi dan istrinya setiap harinya bekerja membuat roti di rumah. Setelah itu, roti tersebut dijual dengan dititipkan ke warung-warung. "Sehari-hari memang penjual roti," tuturnya.
Petugas Menyamar
Sartini kemudian menceritakan sebelum ada penggeledehan, ternyata ada orang yang mencari kos di rumahnya. Setelah itu, orang tersebut langsung bertanya dan menunjuk rumah kontrakan Fendi.
"Itu ada kos-kosan ya. Saya jawab tidak ada. Itu adalah rumah yang dikontrak Fendi. Kemudian, dia tanya lagi kemana Fendi?, saya jawab sedang ke Surabaya," kata dia sambil menirukan ucapkan orang yang diduga adalah anggota Densus yang sedang menyamar.

Setelah orang yang mencari kos itu pergi, kata dia, tidak lama berselang langsung datang sepasukan polisi dengan senjata lengkap mendatangi rumah kontrakan Fendi. "Saya hampir mau pingsan karena kaget dengan kedatangan polisi yang banyak itu," jelasnya. (bilal/arrahmah.com)

25 Sep 2012

Jurnalis Muslim Bentuk Kaukus Wartawan Pembela Syariat Islam

.

Aceh (VoA-Islam) – Dalam sebuah pernyataan persnya, sekelompok jurnalis yang tergabung dalam Kaukus Wartawan Pembela Syariat Islam bertekad untuk mengawal pelaksanaan Syariat Islam di Aceh agar berjalan sesuai dengan Qanun Syariat Islam dan Undang-Undang Syariat Islam itu sendiri.
Kaukus ini bukan partai politik, dan bukan ormas. Kaukus ini adalah himpunan wartawan dari berbagai media yang memiliki misi dan visi Islami dalam menjalankan profesinya.
Gerakan ini digagas oleh sejumlah wartawan dari lintas media dan organisasi profesi. Di antaranya Arif Ramdan (Serambi Indonesia/AJI), Azhari (LKBN Antara Biro Aceh/PWI), Yuswardi Mustafa (Prohaba/PWI), Heru Dwi S (LKBN Antara Biro Aceh/PWI), H Ibnu Sa'dan (Hr. Waspada Biro Langsa/PWI), Muhammad Saman (Hr. Analisa/PWI), Muhammad Zairin (Hr. Waspada/PWI), Misbahuddin (Hr. Serambi Indonesia/PWI), Zainal Arifin (Serambi Indonesia/AJI), dan Said Kamaruzzaman (Serambi Indonesia/AJI), Jaka Rasyid (Hr. Waspada/PWI).
Dalam waktu dekat, para penggagas Kaukus akan mendeklarasikan pendirian Kaukus Wartawan Pembela Syariat Islam dengan menggelar muzakarah. Para penggagas berharap semua wartawan lintas media di Aceh dapat bergabung untuk melawan pembodohan yang menyusup ke Aceh dengan menakut-nakuti praktek jurnalistik bebas, dengan isu-isu HAM dan dalih lainnya.
Kaukus akan mengawal pelaksanaan Syariat dari anasir-anasir busuk yang berlindung di balik tema-tema intelektual dan hak azasi manusia. Anasir busuk tersebut sangat berbahaya karena disinyalir berbaju munafik, yang berbicara seakan-akan mendukung syariat, tapi diam-diam menjalakan misi terselubung dari donor-donor asing untuk menghancurkan Islam di Aceh khususnya, Indonesia umumnya.
Kaukus juga akan memberi dukungan kongkrit bagi para ulama, Dinas Syariat Islam Aceh, dan aktifitas Wilayatul Hisbah (WH) dalam memberantas berbagai bentuk maksiat di Aceh.  Sebagai wartawan kaukus ini akan memperjuangkan kebebasan pers dan mensinkronkan  UU Pers, Kode Etik Jurnalis dengan nilai-nilai Islam  sebagai panduan moral wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Sesuai dengan namanya, lembaga ini hanya bersifat sementara dan terbatas kepada upaya untuk memberikan semangat kepada jurnalis/wartawan dalam meliput pemberitaan seputar upaya penegakan hukum syariah di Aceh. Lembaga ini akan dibubarkan jika ancaman terhadap penegakan syariat Islam di Aceh dianggap sudah tidak ada lagi.

“Kami sekelompok wartawan yang menjunjung tinggi kebebasan pers dan nilai-nilai syariat Islam, saat ini merasa khawatir dengan upaya sekelompok orang yang terindikasi berusaha mengekang atau melemahkan semangat para pekerja pers, dalam meliput kasus-kasus yang berkaitan dengan upaya penegakan Syariat Islam di Aceh.

Kaukus menilai, tindakan segelintir pihak yang berlindung di balik kode etik dan HAM, sangat bertolak belakang dengan yang diterapkan di negara yang disebut sebagai penjunjung HAM dan kebebasan berekspresi, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.

Bukti teranyar, pemerintah Amerika Serikat menolak mengadili sutradara, produser, dan aktor/aktris yang terlibat dalam pembuatan film "Innocence of Muslims" yang jelas-jelas menghina Nabi Muhammad SAW, tanpa proses check and rechek kepada Umat Islam.

Meski telah menyebarkan film bohong dan telah menyebabkan demonstrasi mematikan di seluruh dunia, Pemerintah Amerika Serikat tetap menolak mengadili orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film sampah ini. Alasannya adalah melindungi "kebebasan berekspresi".

Atas dasar pemikiran dan fakta-fakta ini, kami sekelompok wartawan yang menjunjung tinggi kebebasan pers dan nilai-nilai syariat Islam, merasa perlu membentuk sebuah lembaga buffer aksi, untuk mendukung kebebasan berbicara dan berekspresi sesuai tuntunan Syariat Islam. Untuk sementara ini, kami sepakat memberikan wadah ini dengan nama "Kaukus Wartawan Pembela Syariat Islam."
“Kami mengajak rekan-rekan wartawan di Aceh yang sepaham, untuk ikut bergabung dalam rangka mendukung penegakan hukum Allah di Tanah Serambi Mekkah ini.”

Pendaftaran bisa dilakukan dengan mengirimkan surat konfirmasi ke email
kaukuspers.islami@journalist.com, dengan menuliskan nama lengkap dan tempat media bekerja. Serta mencantumkan nomor HP untuk kami konfirmasikan lebih lanjut. (desas/pernyataan pers)

Al-Qur'an Digital

Terjemah

Barat Bungkam terhadap Nuklir Zionis

Syi'ah Tak Pernah Berperang Melawan Israel

Oleh, AM Waskito

Salah satu alasan yang membuat kaum Syiah Rafidhah selalu berbunga-bunga ialah sebagai berikut…

[=] Syiah adalah musuh terbesar Amerika dan Israel.

[=] Syiah adalah musuh utama Zionis Yahudi yang sangat ditakuti karena punya intalasi nuklir.

Sejarah Syiah: "Selalu Menusuk Ahlus Sunnah dari Belakang. Dan Tak Pernah Perang Melawan Orang Kafir."
[=] Hizbullah adalah sosok kekuatan Syiah yang selalu gagah-berani menghadang barisan Zionis Israel.

[=] Sementara Saudi, Kuwait, dan Qatar, selalu bermanis-manis kata dengan dedengkot Yahudi, yaitu Amerika.

[=] Revolusi Khomeini adalah revolusi Islam yang menginspirasi perjuangan gerakan-gerakan Islam di dunia.

Ya, kurang lebih begitu klaim para aktivis agama Persia (Syiah Rafidhah) ini. Di berbagai forum, kesempatan, termasuk dalam diskusi di blog ini, alasan-alasan itu selalu mereka munculkan. Seakan-akan, tidak lagi alasan bagi Syiah untuk tetap eksis di muka bumi, selain klaim-klaim seperti itu.

Lalu bagaimana pandangan kita sebagai Ahlus Sunnah tentang klaim kaum Syiah ini?

Mari kita bahas secara ringkas dan praktis, dengan memohon pertolongan Allah Al Hadi…

PERTAMA. Kaum Syiah Rafidhah itu terus bekerja keras dan sangat nafsu, agar mereka tetap diakui sebagai Islam, tetap dipandang sebagai Muslim, tetap menjadi bagian dari kaum Muslimin sedunia. Hal ini adalah hakikat siksaan spiritual yang Allah timpakan atas hati-hati mereka, selamanya. Mereka telah sangat berdosa karena mencaci, melecehkan, mengutuk, dan mendoakan keburukan atas isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, dan para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Maka Allah pun menjadikan mereka selalu gelisah, takut, dan sangat menginginkan diberi label Islam atau Muslim. Mereka selalu dalam kebingungan seperti ini, layaknya Bani Israil yang kebingungan selama 40 tahun di Padang Tiih, karena telah menghina Musa ‘Alaihissalam dan Allah Ta’ala. Lihatlah manusia-manusia pemeluk agama Persia (Rafidhah) itu…mereka kemana-mana membawa laknat atas doa-doa laknat yang mereka bacakan untuk mengutuki manusia-manusia terbaik dari para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum.

KEDUA. Dalam sejarahnya, sejak zaman Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sampai hari ini, ketahuilah bahwa Syiah Rafidhah (agama Persia) ini tidak pernah berjihad melawan kaum kufar, baik itu Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan orang-orang atheis. Syiah tidak punya sejarah jihad menghadapi kaum kufar. “Jihad” kaum Syiah sebagian besar diarahkan untuk menyerang kaum Sunni, sejak zaman dahulu sampai saat ini.

Mula-mula Syiah di Kufah mengundang Husein Radhiyallahu ‘Anhu datang ke Kufah, katanya mau dibaiat. Karena Husein sudah berangkat ke Kufah, oleh penguasa kala itu (Yazid bin Muawiyah) Husein dianggap bughat, sehingga boleh ditumpas. Waktu tiba di Kufah, tak satu pun kaum Syiah keluar untuk membaiat, menolong dan mendukung Husein. Posisi Husein sangat terjepit, akan kembali ke Madinah, dia sudah dianggap bughat. Meminta bantuan Kufah, tak satu pun Syiah yang akan menolong. Akhirnya, Husein ditumpas di Padang Karbala. Bahkan kala penumpasan itu, tak satu pun hidung Syiah menampakkan diri, walau sekedar untuk menolong korban dari pihak Husein dan keluarganya. Nah, peristiwa pembantaian Husein oleh kaum Syiah itulah yang selalu mereka rayakan dan nikmati dalam momen-momen Asyura. Air mata mereka mengutuk para pembunuh Husein, sedangkan hati mereka berucap: “Alhamdulillah Husein dan keluarganya telah binasa di Karbala.”

“Jihad” kaum Syiah berikutnya ialah membantu Hulagu Khan (penguasa Mongol) untuk menumpas Khilafah Abbassiyah. Kemudian mereka berusaha melenyapkan kaum Sunni di Mesir, tetapi berhasil ditumpas oleh Nuruddin Mahmud Zanki. Mereka terus menikam perjuangan Shalahuddin Al Ayyubi. Mereka juga selalu menjadi musuh Khilafah Turki Utsmani, selalu kerjasama dengan negara-negara Nashrani Eropa untuk melemahkan Khilafah Turki. Di zaman kontemporer, Revolusi Khomeini di Iran telah menumpas Ahlus Sunnah di Iran. Mereka juga menikam perjuangan mujahidin di Afghanistan. Mereka membantai Ahlus Sunnah di Irak, Libanon, Suriah, Yaman, bahkan mereka hampir menguasai Bahrain.

Singkat kata, tidak ada Jihad kaum Syiah dalam sejarah, selain “jihad” yang diarahkan untuk memusnahkan dan menghancur-leburkan kaum Sunni. Sejarah klasik dan modern sudah memaparkan fakta. Bahkan dalam kasus Iran Contra Gate terbongkar skandal besar. Ternyata, di balik gerakan Kontra di Nikaragua, Amerika memasok senjata kepada para gerilyawan itu. Darimana dananya? Dari hasil kerjasama jual-beli minyak dengan Iran. Padahal dalam kampanye dunia, sudah dimaklumkan bahwa Amerika itu sedang konflik dengan Iran. Tetapi di balik itu ada sandiwara “jual-beli minyak” yang menggelikan. Kasus ini sangat terkenal, sehingga seorang kolonel Amerika dikorbankan sebagai tumbalnya.

KETIGA. Apa sih yang dilakukan Hizbullah (Syiah Rafidhah) di Libanon kepada Israel? Apakah dia terlibat perang terbuka dengan Israel? Apakah dia menduduki wilayah Israel dan berusaha mengusir penduduk Yahudi? Ternyata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya melepaskan tembakan mortir ke arah pasukan Israel atau wilayah Israel. Atau mereka melakukan tembakan senapan, atau tembakan rudal anti tank. Hanya itu saja. Mereka tidak pernah terlibat perang terbuka vis a vis, seperti para pejuang Ahlus Sunnah di Irak, Afghanistan, Chechnya dan lainnya. Jadi singkat kata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya semacam “main-main” untuk membuang amunisi-amunisi ringan. Itu saja kok.

KEEMPAT. Dalam sejarah perang Arab-Israel, sejak merdeka tahun 1948 Israel sudah berkali-kali bertempur dengan pasukan Arab. Yang terkenal adalah perang tahun 48, perang tahun 67, dan perang tahun 70-an. Ia kerap disebut perang Arab-Israel. Setelah itu belum ada lagi perang yang significant. Dalam sejarah ini, lagi-lagi tiada peranan Iran sama sekali. Bahkan ketika Ghaza dihancur-leburkan Israel pada tahun 2008-2009 lalu, Iran lagi-lagi tidak terlibat apa-apa. Jadi, apa yang bisa dibanggakan dari manusia-manusia pemeluk agama Persia (Syiah Rafidhah) itu?

KELIMA. Menurut Ustadz Farid Okbah, di Iran itu sangat banyak orang-orang Yahudi. Menurut informasi, jumlahnya bisa mencapai 50.000 jiwa. Mereka bisa hidup aman dan sentosa di Iran, sedangkan Ahlus Sunnah hidupnya sangat menderita disana. Iran bersikap welcome kepada kaum Yahudi, dan sangat ofensif kepada kaum Muslimin. Ini adalah realitas yang sangat menyedihkan. Makanya tidak salah kalau ada yang mengatakan, Rafidhah lebih sadis dari orang-orang kafir lain.

Contoh yang sangat unik ialah kerjasama antara Hamas dan Iran. Banyak orang menyebutkan, Hamas kerap kerjasama dengan Iran. Hal itu konon berdasarkan sikap Syaikh Al Bana yang dulunya pernah berujar, bahwa Syiah adalah sesama saudara Muslim juga. Mereka sama-sama Ahlul Qiblah. Tetapi realitasnya, Ikhwanul Muslimin di Suriah dibantai puluhan ribu manusia disana oleh regim Hafezh Assad. Ternyata, regim itu dan anaknya, dibantu oleh Iran juga. Nah, ini kan sangat ironis. Hamas kerjasama dengan Iran, sementara Al Ikhwan di Suriah dibantai oleh regim Suriah yang didukung oleh Iran.

KEENAM. Propaganda bahwa Syiah Rafidhah itu musuh Zionis Israel, semua ini hanya propaganda belaka. Sejatinya mereka itu teman-karib, sahabat dekat, saling tolong-menolong, sebagian menjadi wali atas sebagian yang lain. Mereka ini selamanya tak akan pernah terlibat dalam peperangan. Kaum Yahudi membutuhkan Iran, sebagai seteru Ahlus Sunnah. Sedangkan Iran membutuhkan Yahudi, juga sebagai seteru Ahlus Sunnah. Dalam hadits Nabi Saw juga disebutkan bahwa kelak dajjal akan muncul dari Isfahan (salah satu kota di Iran yang saat ini banyak dihuni Yahudi) dengan 70.000 pasukan. Yahudi membutuhkan Iran, karena darinya akan muncul pemimpin mereka. Dan dalam literatur-literatur Syiah, sosok dajjal itu sebenarnya adalah sosok “Al Mahdi Al Muntazhar” yang selalu mereka tunggu-tunggu. Begitulah, banyak kesamaan kepentingan antara Syiah dan Yahudi.

KETUJUH. Fakta berikutnya yang sangat mencengangkan. Ternyata Syiah Iran juga menjalin kerjasama dengan China dan Rusia, dua negara dedengkotnya Komunis. Mereka ini umumnya kerjasama dalam soal industri, perdagangan, dan jual-beli senjata. Ketika Amerika berniat menjatuhkan sanksi akibat instalasi nuklir Iran, segera China dan Rusia memveto niatan itu. Kedua negara terang-terangan membela Iran. Begitu juga China dan Rusia juga membela regim Bashar Assad (semoga Allah Al Aziz segera memecahkan kepala manusia durjana satu ini, amin ya Mujibas sa’ilin) dari ancaman sanksi internasional. Sedangkan kita tahu, regim Suriah sangat dekat koneksinya dengan Iran. Jadi, kita bisa simpulkan sendiri posisi Iran di mata China, Rusia, dan regim Suriah.

Jadi kalau kemudian kita mendengar propaganda Syiah anti Yahudi, Syiah anti Amerika, Syiah anti Zionis, dan sebagainya…ya sudahlah, saya akan ketawa saja. Tidak usah dianggap serius. Anggaplah semua itu hanya “olah-raga kata-kata” saja (meminjam istilah seorang politisi busuk). Syiah selamanya akan berkawan dengan kaum kufar dan sangat apriori dengan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah). Mereka itu lahir dari sejarah kita, tetapi wujud dan hatinya milik orang kafir. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Semoga artikel sederhana ini bermanfaat. Semoga kita semakin sadar, bahwa Syiah Rafidhah bukanlah kawan. Mereka membutuhkan istilah kawan selagi masih lemah. Nanti kalau sudah kuat, mereka akan menghancur-leburkan Ahlus Sunnah. Tetapi cukuplah Allah Ta’ala sebagai Wali, Pelindung, dan Penolong kita. Dialah sebaik-baik Pelindung dan Penjaga. Walhamdulillahi Rabbil a’alamiin

Kasus Solo Bukan Terorisme Tetapi Operasi Intelijen

MT Arifin
(Pengamat Militer dan Intelijen)



Pengamat Militer dan Intelijen dari Solo, MT Arifin menceriterakan, pasca terjadinya penembakan mati terduga teroris di Solo, Farhan dan Mukhsin oleh pasukan Densus, Jum’at (31/8/2012), dirinya langsung diwawancarai oleh stasiun televisi swasta nasional dari Jakarta. Dalam wawancara itu dia mengemukakan bahwa kasus Solo itu bukanlah terorisme tetapi merupakan operasi intelijen.

Namun anehnya, sehari kemudian dirinya mendapat serangan santet yang datangnya dari arah Jakarta. “Alhamdulillah, serangan santet itu berhasil digagalkan,” ungkap MT Arifin yang juga memahami masalah supranatural tersebut. Pengamat Militer dan Intelijen itu tidak mau menduga-duga, siapa yang memerintahkan serangan jahat melalui ilmu hitam tersebut.

Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan MT Arifin seputar terorisme dan operasi intelijen untuk menciptakan keadaan dan mengalihkan isu krusial yang terjadi pada pemerintahan SBY.


Mengapa kelompok Islam selalu disebut teroris, sedangkan Kristen seperti RMS dan OPM separatis, padahal mereka lebih banyak menimbulkan korban bagi personil TNI dan Polri ?

Persoalan istilah teroris dan separatis bukan stigmatisasi terhadap kelompok yang melakukan perlawanan pada institusi resmi, tetapi didasarkan atas konsep politik yang berkaitan dengan sifat yang ingin dilakukan dengan melakukan tindakan itu. Separatis konsepnya berkaitan dengan pemisahan, misalnya suku atau daerah ingin memisahkan diri dari negara. Sedangkan teroris konsep politik yang berkaitan dengan tindakan kekerasan untuk membentuk opini publik dan melakukan tekanan terhadap kekuasaan. Jadi dasarnya adalah konsep politik.

Dalam konteks Kenegaraan, lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis ?

Persoalannya bukan lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis. Persoalannya adalah gerakan itu menimbulkan efek yang bagaimana. Kemudian akibat dari efek itu akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi politik tertentu. Kalau dulu sampai sekarang separatis dihadapi oleh angkatan perang, tetapi kalau teroris dihadapi polisi. Kalau sekarang separatis dihadapi polisi, itu tergantung UU. Misalnya, kalau dianggap sebagai suatu tindakan yang membuat kekacauan di masyakarat dimana law and order terganggu, biasanya dihadapi polisi. Tetapi kalau sudah perlawanan total secara resmi, maka akan dihadapi militer dan semuanya dipengaruhi UU yang berlaku.

Mengapa sasaran Densus selalu umat Islam, padahal Kristen juga banyak terorisnya seperti Laskar Kristus yang aktif melakukan latihan militer di berbagai tempat tetapi dibiarkan saja ?

Kalau dilihat secara keseluruhan sebenarnya tidak begitu, terbukti Tibo cs yang melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Poso juga dihukum mati. Sebenarnya kalau dilihat dari segi hukum, siapapun dan apapun kelompok tanpa pandang bulu diberlakukan sama. Memang di Indonesia yang sering jadi sasaran adalah umat Islam karena mayoritas. Kemudian dilihat dari pergerakan dan sejarah serta rumusan yang ada di jaringan intelijen, yang menjadi sasaran berbahaya adalah umat Islam sejak kasus pemberontakan DI-TII pada masa Kartosoewirjo. Kalau saya baca di berbagai buku intelijen, memang berasal dari sana. Sehingga Islam menjadi satu corak yang dianggap sangat menonjol. Pertanyaannya, mengapa kelompok non Islam tidak melakukan itu, karena mungkin mereka tidak terlalu besar dan lebih banyak melakukan gerakan separatisme seperti RMS dan OPM. Sebenarnya umat Islam juga pernah melakukan gerakan separatisme seperti GAM di Aceh.

Saya kira juga dipengaruhi perkembangan di tingkat global, terutama munculnya terorisme di tingkat internasional akibat kegagalan menyelesaikan kasus Afghanistan, terutama setelah terjadinya perpecahan antara kelompok Mujahiddin dengan AS pasca kekalahan Uni Soviet di Afghanistan. Juga setelah terjadinya perbedaan pendapat antara AS dengan Irak masalah minyak yang menyebabkan terjadinya Perang Teluk Persia II setelah Irak menyerbu Kuwait (1990) sampai invasi pasukan AS ke Irak (2003) yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Saddam Hussein. Memang setelah itu terjadi suatu pergerakan dimana Islam bangkit menjadi kekuatan pengontrol terhadap Pan Americanisme. Sehingga menjadi suatu merek yang sangat laik pasar dan itu berpengaruh terhadap Indonesia. Persoalannya, karena wilayah umat Islam di Timur Tengah kaya akan minyak bumi dan biaya produksinya sangatlah murah jika dibandingkan dengan wilayah lain yang biaya produksinya sangatlah tinggi, karena itulah wilayah umat Islam selalu menjadi sasaran negara lain.

Apa korelasi antara terorisme dengan persediaan minyak dunia ?

Tahun 2000 lalu ada pertemuan ahli intelijen internasional dari Barat yang membahas persoalan hubungan internasional, dimana dinyatakan bahwa dunia Barat sangat kritis akan kebutuhan minyak. Karena itu minyak bumi menjadi salah satu fokus persoalan hubungan antar bangsa dan kebetulan yang menjadi masalah adalah kontrol Islam atas Barat setelah bubarnya Uni Soviet. Kemudian Islam menjadi kekuatan utama yang akan mengontrol pada saat Barat melihat minyak sebagai fokus persoalan antar bangsa, karena itu menimbulkan terorisme internasional.

Kalau sebelumnya ada terorisme nasional yang melahirkan gerakan seperti IRA di Irlandia dan gelombang kedua melahirkan terorisme ideologis seperti Tentara Merah di Jepang dan Italia, sekarang terorisme internasional memperebutkan SDA strategis seperti minyak dan Islam menjadi kekuatan utamanya. Sehingga lahirlah Teori Samuel Huntington yang menganggap Islam sebagai musuh Barat setelah jatuhnya Uni Soviet. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap Indonesia yang memiliki ketergantungan bantuan, peralatan, kerjasama, pendidikan, pelatihan dan utang dari Barat.

Selama ini Densus dibentuk, dilatih serta dibiayai AS dan Australia. Bagaimana komentar Anda sebagai pengamat militer dan intelijen ?

Bukan dibiayai, justru kita yang minta bantuan kesana karena tidak memiliki dana. Ada sebuah kritikan yang berasal dari pengamat intelijen pada beberapa kasus terorisme. Katanya bukan untuk persoalan terorisme, tetapi untuk membentuk opini dan menghentak negara yang dijadikan sasaran donatur. Karena itu sekarang bukan persoalan teroris, sebab kalau dilihat dari standar terorisme secara internasional, teroris bukan seperti di Indonesia dimana mereka menembak dengan pistol. Jadi perlu adanya standar mana yang disebut teroris dan mana yang disebut kejahatan, jadi harus jelas. Sebab jika tidak, maka nanti kalau proyek yang laku teroris, maka semuanya akan dimasukkan ke dalam kerangka teroris.

Jadi semakin ramai teroris, semakin menguntungkan Densus ?

Persoalannya bukan Densus, tetapi pemerintah. Kebetulan dana yang masuk ke pemerintah sebagian dioperkan ke kepolisian melalui Densus. Itu kan kerjasama antara pemerintah, apalagi polisi berada di bawah Presiden. Jadi yang menjadi persoalan bukannya Densus, tetapi pemerintah. Polisi selalu menjadi sasaran, padahal polisi hanya menjalankan perintah siapa lagi kalau bukan dari Presiden, dimana sekarang kita sedang menjalankan sistem Presidensial. Polisi sebenarnya tidak punya apa-apa, seumpama disuruh ke Timur ya ke Timur, disuruh ke Barat ya ke Barat.

Mengapa BNPT dan Densus selalu dikendalikan mereka yang anti Islam seperti Ansyaad Mbai, Gories Mere dan Petrus Golose ?

Tidak begitu, aparat dasarnya adalah prestasi. Jadi persoalannya bukan Islam dan non Islam. Orang non Islam yang senang pada Islam juga banyak, sebaliknya orang Islam yang tidak Islamis juga banyak. Justru kadang-kadang kelemahan kita dalam melakukan penilaian selalu bertolak-belakang dari Islam dan non Islam. Bagaimanapun juga mereka tidak memiliki kekuasaan apa-apa kalau tidak diberi wewenang. Jadi persoalannya kelembagaan, yang bekerja bukan hanya dia tetapi sebuah tim besar. Banyak polisi yang Islamnya bagus, tetapi persoalannya adalah dalam rangka pengamanan lembaga negara.

Jadi muaranya tertuju pada Presiden ?

Muaranya pada misi dari sebuah nation yang ditafsirkan pemerintah. Semestinya yang bertanggungjawab adalah pemerintah, bukan polisi.

Bagaimana pandangan Anda mengenai Program Deradikalisasi yang digerakkan BNPT ?

Saya jelas tidak setuju, dalam arti titik tolaknya darimana. Persoalan radikal dan tidak radikal akan dipahami dari konteks pengetahuan dan sikap radikal karena apa. Dalam UU Politik ada persoalan yang dinyatakan radikal. Jadi sikap radikal itu bukan persoalan orang itu radikal atau tidak radikal, tetapi dibangun oleh pengetahuan terhadap perkembangan nasional dan internasional serta rasa kesadaran akan ketidakadilan. Misalnya, pemerintah dalam mengatasi persoalan dianggap tidak adil, maka ini yang membentuk sikap radikal.

Jadi persoalan deradikalisasi semestinya berkaitan dengan bagaimana pemerintah mencoba untuk melaksanakan tujuan pemerintahan mengenai keadilan, kesejahteraan rakyat, menegakkan kebenaran, menegakkan hukum dan sebagainya. Pada saat sekarang telah terjadi kesenjangan yang tajam, mengenai pandangan pemerintah dan sikap yang dimiliki kelompok Islam dan non Islam serta hubungan antar mereka. Kesenjangan itu dipengaruhi informasi yang dimiliki dan perubahan sosial yang tinggi. Hal itu menyebabkan ketajaman hubungan karena terjadinya revolusi kebudayaan, dimana di Indonesia terjadi pada saat era reformasi sekarang. Itu yang menimbulkan persoalan dan tidak diantisipasi dengan program politik yang sistematik. Berbeda dengan Korea Selatan, sudah diantisipasi sejak awal bagaimana mengatur anak-anak main games. Tetapi disini tidak dan ini yang menjadi masalah. Jadi persoalan radikal dan tidak radikal adalah persoalan proses yang dialami oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarakat akibat adanya kesenjangan tertentu.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai rencana BNPT yang dipimpin Ansyaad Mbai untuk melakukan Sertifikasi Ulama ?

Saya kira itu tidak tepat, sertifikasi untuk apa ? Memang salah satu problem di kalangan ulama, da’i dan mubaligh adalah dalam menghadapi persoalan dimana banyak sekali pengajian yamg diberikan kelompok muda tamatan pesantren kilat. Hal ini juga terjadi di kalangan Kristen yang diberikan kelompok muda tamatan kursus Injil. Dalam memberikan ceramah, mereka belum sampai pada tingkat dengan wawasan luas, kemudian berceramah dengan sikap fanatik, dimana akhirnya menimbulkan hasil kontra produktif. Di kalangan pemuda Kristen yang fanatik juga banyak sekali dan saya mendapat laporan ini dari salah seorang pimpinan Univeristas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah. Jadi yang terdapat kelompok fanatik bukan hanya Islam saja tetapi juga Kristen. Tetapi masalahnya Islam di Indonesia mayoritas mutlak sehingga yang menonjol fanatismenya adalah Islam, padahal di Kristen juga banyak sekali yang fanatik dan fundamentalis. Fanatisme akibat itu semestinya dibicarakan dan diatasi masing-masing agama.

Apakah Sertifikasi Ulama yang akan dilakukan BNPT merupakan penghinan terhadap ulama ?

Saya kira itu tidak ada artinya. Sertifikasi biasanya pada program fungsional yang bersifat karier. Kalau ulama kan bukan jabatan karier. Sekarang persoalannya bagaimana strategi untuk menghadapi ekses-ekses itu.

Kembali ke terorisme, apakah operasi pemberantasan teroris yang digerakkan BNPT dan Densus memang proyek yang menguntungkan, dimana semakin banyak teroris yang berkeliaran maka semakin membuat kantong mereka tebal ?

Dulunya operasi semacam ini dilakukan militer dan intelijen. Jadi operasi anti terorisme bagi polisi adalah hal baru. Sekarang yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningkatkan kinerja polisi agar menjadi lebih professional. Tetapi bukan berarti saya mengatakan kalau polisi sekarang tidak profesional dalam menanggani kasus terorisme. Namun berdasarkan kasus yang ada, seharusnya polisi meningkatkan profesionalismenya, sehingga tidak sering melakukan kesalahan target atau sasaran. Polisi juga perlu meningkatkan pemahaman terhadap penegakan hukum dan perlindungan HAM. Selain itu persoalan terorisme seharusnya dikaji dari persoalan yang lebih tinggi, bukan hanya linier.

Bagimana Anda melihat kasus penembakan mati terhadap terduga dua teroris oleh Densus di Solo baru-baru ini ?

Saya melihatnya itu operasi intelijen, bukan terorisme. Perkara kemudian dikaitkan dengan terorisme, itu bisa saja. Karena dalam operasi itu digunakan orang yang mau. Bedanya, operasi intelijen dimaksudkan untuk menciptakan suatu keadaan, tetapi kalau terorisme menggunakan kekerasan untuk mempengaruhi suatu kebijakan. Banyak sekali kasus terorisme, tetapi kalau dilihat dari ilmu pengetahuan tentang terorisme, sesungguhnya bukan terorisme.

Kasus di Solo itu jelas merupakan operasi intelijen, jika dilihat dari sifat-sifatnya. Karena sekarang proyek yang paling laku dijual ya terorisme. Seorang teroris tidak mungkin mengaku dirinya sebagai teroris. Juga tidak mungkin teroris berkali-kali nongkrong pada satu tempat. Kalau teroris, begitu mengebom tidak akan kembali lagi ke tempat itu sampai puluhan tahun. Karena itu kita harus memperjelas, apa terorisme itu. Jangan sampai mendefinisikan terorisme dengan pola-pola kriminal. Sekarang yang terjadi di Indonesia, melihat terorisme sebagai pergerakan kriminal. Masak teroris hanya nongkrong disitu-situ saja, tidak berpindah-pindah tempat. Seharusnya teroris tidak seperti itu, karena konsekuensinya mati. Saya kira terorisme sebagai suatu cara untuk mengalihkan isu. Sebab kalau ada persoalan yang muncul di pemerintahan, maka untuk mengalihkan isu muncullah operasi pemberantasan terorisme. Kalau sudah begitu, semua media massa pasti akan melupakannya dan mengarahkannya kesana.

Kalau kasus penembakan mati dua orang terduga teroris di Solo, untuk mengalihkan isu yang mana di pemerintahan SBY ?

Kita lihat dari kategorinya, seperti kasus M Thoriq di Tambora, Jakarta. M Thoriq sudah diamati sejak setahun lalu, tetapi mereka baru menangkapnya pada saat diperlukan untuk mengalihkan isu. Seperti kasus Solo, adanya pemberitaan seorang anggota Densus yang mati tertembak tidak sebagaimana yang saya peroleh kabarnya. Juga kasus polisi yang tertembak di Prembun Purworejo beberapa waktu lalu. Kabarnya tertembaknya polisi tersebut hanya karena rebutan wanita, tetapi kemudian dikabarkan karena ditembak teroris. Waktu itu saya sudah protes pada salah seorang pejabat kepolisian di Polda Jateng, tetapi katanya sudah dilaporkan kasus yang sebenarnya ke Mabes Polri, tetapi ketika sampai di Jakarta ceriteranya jadi berubah menjadi kasus terorisme.

Banyaknya kasus terorisme, apa memang tujuannya untuk mendiskreditkan umat Islam Indonesia yang mayoritas ?


Persoalannya bukan umat Islam. Persoalannya kasus terorisme bisa digunakan untuk berbagai kepentingan. Seperti kepentingan untuk mengalihkan perhatian, peningkatan program sehingga mendapat dana yang besar, agar kinerjanya terlihat efektif dan sebagainya. Jadi kebetulan saja mereka latar belakangnya beragama Islam.

Mengapa setiap menjelang kedatangan pejabat tinggi AS ke Indonesia, selalu muncul kasus terorisme, seperti baru-baru ini menjelang kedatangan Menlu Hillary Clinton ?

Kalau itu bisa saja penafsiran-penafsiran, tetapi benar dan tidaknya kita tidak tahu. Karena dalam kasus terorisme di Indonesia sering kali terjadi kekurangan data, maka perlu dibuat data baru, sehingga dalam berbagai kasus terjadi seperti itu.

Bagaimana menurut Anda, sikap umat Islam Indonesia dalam menghadapi kasus terorisme yang sering terjadi ?

Pertama, media massa tidak memberitakan tentang terorisme dan penyelesaiannya. Kedua, umat Islam sebaiknya bersikap tidak reaktif. Sebab kalau bersikap reaktif maka ibarat paling enak dioper bola, pasti akan memburu. Jadi begitu ada isu terorisme muncul, pasti ada masalah yang sangat kritis di pemerintahan. Jadi sepertinya umat Islam tidak terkendali dan paling mudah dioper bola agar memburunya. Ketiga, umat Islam perlu mengetahui berbagai informasi strategis.

Sebab salah satu permasalahan yang dihadapi umat Islam Indonesia sehingga mudah menjadi radikal adalah karena membaca buku-buku terjemahan dari luar yang sangat berbeda dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Pasalnya, ketika agama jauh dari kajian kebudayaan, maka akan cenderung radikal. Sebaliknya, tatkala agama dikembangkan atas dasar pergulatan antara masyarakatnya dengan kebudayaan, maka akan cenderung tidak radikal, sebagaimana dakwah yang dikembangkan para Wali Songo dengan melalui pendekatan kebudayaan.

Abdul Halim