This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. (Arrahmah.com) – Bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan masyarakat mujahidin Ash-Shabab Somalia pada Ahad (3/2/2013) kembali melaksanakan sejumlah program penting di wilayah yang berada dalam pemerintahan mereka. Di distrik Islam Kido, mujahidin mengadakan pelatihan ilmu syariat bagi penduduk setempat....

BULO BURTI

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

IMAM SUPRIADI UNTUK INDONESIA

6 Jan 2016

SENIMAN GAGAL FAHAM AGAMA.

Kerancuan Berpikir 'Kiai Kanjeng' MH Ainun Najib
Acara penutupan lomba MTQ tingkat kabupaten Bantul, yang dilaksanakan di kecamatan Bambanglipuro diisi oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun) bersama Kiai kanjeng. Ada beberapa hal yang kemudian menarik untuk diulas, selain dalam acara itu diundang Romo dari gereja setempat untuk bernyanyi bersama, hal yang disampaikan Cak Nun dalam “dakwahnya” itu penuh dengan kerancuan.
Disela-sela bernyanyi Cak Nun menyampaikan pemahamannya terhadap Islam kepada khalayak yang memenuhi lapangan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, DIY itu. Berikut beberapa hal yang kemudian menjadi catatan penulis.
Pertama, MH. Ainun Najib (Emha) melontarkan pernyataan : “Ada sekelompok wong Islam yang sukanya mbidngahke (membid’ahkan) kelompok lain, sithik-sithik bidngah, sithik-sithik bidngah (sedikit-sedikit membid’ahkan)”. Emha mengambil contoh, “bar shalat salaman we bidngah (setelah salat salaman saja dikatai bid’ah), nyanyi lagu gereja bidngah”, dengan nada sinis, cemoohan, dan nyinyir.
Tanggapan: Konsep bid’ah satu paket dengan konsep sunnah, sebagaimana halnya konsep tauhid dengan konsep syirik. Konsep sunnah digunakan untuk memurnikan ajaran-ajaran Islam. Sedang konsep bid’ah digunakan untuk mengkomplementasi konsep sunnah itu sendiri. Jika Emha menginginkan ajaran-ajaran Islam ini tetap terjaga kemurniannya, maka tak sepantasnya ia melontarkan pernyataan begitu. Kalaupun ia berbeda pendapat dalam hal konsep bid’ah-sunnah, tak sepantasnya ia melontarkan pernyataan demikian itu di hadapan khalayak yang masih sangat awam agama.
Kedua, Emha melontarkan pernyataan : “Iki mesti malaikat bingung melihat kita, ada romo, ada wong tattoan, ada perempuan ra kudungan, dst… (pluralitas)”. (Ini pasti malaikat bingung melihat kita, ada Romo, ada orang tatoan, ada perempuan tidak menutup aurat, dst)
Tanggapan: Jika tuduhan bingung itu menyasar kepada manusia, maka ia benar adanya, karena manusia diciptakan dengan nafsu. Tetapi jika tuduhan bingung itu menyasar kepada malaikat, maka ia salah besar. Justru satu-satunya makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang paling akurat kerjanya hanyalah malaikat, karena ia diciptakan memang untuk itu.
Ketiga, Emha melontarkan pernyataan : “Mulo dadi wong Islam ki ojo fanatik ! Oleh karena bisanya cuma nyalah-nyalahke orang lain”. (Maka jadi orang Islam jangan fanatik! Oleh karena bisanya Cuma menyalahkan orang lain)
Tanggapan: Konsep / kata fanatik sebenarnya masih mengandung pengertian netral. Yang mengandung pengertian negatif adalah kata fanatisme. Maka secara bahasa, fanatik bisa dipahami sebagai kesatuan antara aspek qalbu, aspek lisan, dan aspek amal (ma huwal iman ?). Dengan demikian, kita justru dituntut untuk fanatik dalam segala hal (tidak hanya dalam masalah agama). Ada kesesuaian antara apa yang diyakini, dengan apa yang katakan, dengan apa yang diperbuat. Fanatik dan kegemaran menyalah-nyalahkan orang lain, adalah dua hal yang saling berbeda.
Keempat, Emha menganjurkan tolong-menolong dalam hal ibadah (Mungkin, contohnya BANSER turut mengamankan perayaan Natal atau kegiatan suronan 11 November di kota Gede, Yogya yang digagas bersama GP Ansor yang di situ awal akan menghadirkan Solawatan dari gereja, dan Kidung Hindu).
Tanggapan : Di sini Emha tampak ahistoris, naif, dan menyimpang dari arus besar ahlus-sunnah wal-jama’ah. Apakah Emha telah buta dan tuli, (terhadap) betapa liciknya pihak nasrani terhadap kita, bahkan terhadap konsensus kebangsaan kita ? Apakah Emha (dengan Kyai Kanjengnya) kini hidup di ruang hampa, tanpa konteks, tanpa noktah-noktah sejarah ? Apakah Emha sudah lupa dengan wanti-wanti dari Allah, bahwa hati kaum nasrani ada niat terjahat terhadap kita. Mereka hendak memalingkan kita dari nikmat terbesar ini (Islam). Renungkan, (sekali lagi) renungkan, firman Allah Ta’ala.
“Wahai Muhammad, kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka. Wahai Muhammad katakanlah “Sungguh Islam itu agama Allah yang sebenarnya.” Sekiranya kamu mengikuti agama Yahudi dan Nasrani padahal telah datang kepadamu perintah mengikuti Islam, niscaya tidak ada orang yang dapat menolong kamu dari siksa Allah di akhirat.” (QS. Al-Baqarah ayat 120), dan
“Wahai Muhammad, katakanlah kepada kaum kafir. “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah tuhan yang kalian sembah, kalianpun tidak menyembah tuhan yang aku sembah, aku tidak akan mau menyembah dengan cara-cara kalian menyembah tuhan kalian, dan kalianpun tidak menyembah tuhan kalian dengan cara-cara aku menyembah tuhanku, untuk kalian agama syirik kalian dan untukku agama tauhidku.” (QS. Al-Kafirun ayat 1- 6).
Kelima, Emha dengan bangga menceritakan kehadirannya memenuhi undangan pihak Vatikan. Bahkan di sana, ia (dengan Kyai Kanjengnya) diijinkan tampil, meski suasana duka atas matinya Paus masih sangat terasa.
Tanggapan : Pihak Vatikan mengundang Emha (dengan Kyai Kanjengya) karena bisa memetik keuntungan. Tidak mungkin, pihak Vatikan akan mengundang pihak lain yang akan merugikan mereka. Ini sebenarnya telah menjadi gejala psikologis yang sudah sangat umum. Keuntungan apa yang bisa dipetik oleh pihak Vatikan ? Keuntungan mendesakralisasi (pendangkalan) ajaran-ajaran Islam lewat orang-orang Islam sendiri semacam Emha (dan Kyai Kanjengnya). Pada giliran berikutnya, oleh karena umat Islam telah lemah fikrah dan ghayahnya, maka kristenisasi akan relatif lebih mudah di laksanakan.
Keenam, Emha sedikit membahas tentang nama-nama jalan sebelah selatan Tugu Jogja hingga Kraton. Aslinya ada jalan Margo Utomo, jalan Margo Mulyo, jalan Malioboro, dan Pangurakan. Filosofinya, terdapat fase-fase (predikat) utomo, (predikat) mulyo, aplikasi menjadi wali yang fantasyiru fil ard (mengembara), dan fase hakikat (sak urak-urakane dengan out put karimah). Filosofi ini sesuai betul dengan nilai-nilai Islam. Di fase inilah Emha bermaqam.
Tanggapan: Saya tidak akan menyangkal atas klaim Emha itu. Silahkan saja, ia menginginkan klaim yang lebih tinggi dari fase pangurakan sekalipun, silahkan. Yang jadi masalah adalah, akhirnya ia juga terjebak pada gejala (klaim) ”membenarkan diri-sendiri”. Buktinya, ia (terkadang) menampilkan sikap-sikap murakannya, sebagai bukti bahwa ia dengan Kyai Kanjengnya telah sampai di maqam pangurakan, di mana sak urak-urakane selalu ber out-put kebaikan. Bisa jadi, sebagai implikasinya, ia menempatkan pihak lain di maqam yang masih rendah.
Ketujuh, Emha melontarkan pernyataan / pilihan kepada audiens : “Sampean pilih dadi wong ra shalat ning apikan atau pilih dadi wong shalat ning jahat ?”.(kalian memilih jadi orang yang tidak salat tapi kelakuan baik atau memilih salat tapi kelakuan buru?) Hingga ada seorang ibu yang protes dan memilih salat plus kelakuan baik, yang kemudian dikatai Emha “gragas” (rakus).
Tanggapan : Peristiwa ini mengingatkan saya pada guru sekolah PKI tahun 60-an. Guru memerintahkan murid untuk minta permen kepada Tuhan. Dalam waktu yang lumayan lama, tidak ada satu murid pun yang mendapatkan permen. Lantas Guru memerintahkan murid untuk minta permen kepada Pak Guru. Dalam sekejap, murid-murid mendapatkan permen. Sang Guru bertanya kepada murid, “Tuhan sama guru kalian lebih berkuasa yang mana ?”. Artinya, para murid dikacaukan nalarnya terlebih dahulu, sebelum mencekokkan ajaran-ajaran komunis.
Ini sama dengan yang terjadi pada pertanyaan Emha kepada audiens. Ia mengacaukan nalar para audiens terlebih dahulu, sebelum mencekokkan pemikiran-pemikiran Emha. Jika Emha bernalar sehat, semestinya pertanyaan itu (setidaknya) ada empat pilihan : (1) Ada orang tidak shalat berperilaku baik (2) Ada orang shalat berperilaku jahat (3) Ada orang tidak shalat berperilaku jahat (4) Ada orang shalat berperilaku baik. Ini jauh lebih variatif, lebih faktual, lebih obyektif, lebih fair, lebih edukatif, dan tulus bertanya untuk kepentingan dakwah. Shalat dan kebaikan adalah satu kesatuan konsep yang tak terpisahkan. Lebih dari itu, shalat adalah amal pembeda antara kita yang muslim (akan ke surga), dengan mereka yang kafir / tidak shalat (akan ke neraka).
Wallahu a’lam bishshawwab.

Al-Qur'an Digital

Terjemah

Barat Bungkam terhadap Nuklir Zionis

Syi'ah Tak Pernah Berperang Melawan Israel

Oleh, AM Waskito

Salah satu alasan yang membuat kaum Syiah Rafidhah selalu berbunga-bunga ialah sebagai berikut…

[=] Syiah adalah musuh terbesar Amerika dan Israel.

[=] Syiah adalah musuh utama Zionis Yahudi yang sangat ditakuti karena punya intalasi nuklir.

Sejarah Syiah: "Selalu Menusuk Ahlus Sunnah dari Belakang. Dan Tak Pernah Perang Melawan Orang Kafir."
[=] Hizbullah adalah sosok kekuatan Syiah yang selalu gagah-berani menghadang barisan Zionis Israel.

[=] Sementara Saudi, Kuwait, dan Qatar, selalu bermanis-manis kata dengan dedengkot Yahudi, yaitu Amerika.

[=] Revolusi Khomeini adalah revolusi Islam yang menginspirasi perjuangan gerakan-gerakan Islam di dunia.

Ya, kurang lebih begitu klaim para aktivis agama Persia (Syiah Rafidhah) ini. Di berbagai forum, kesempatan, termasuk dalam diskusi di blog ini, alasan-alasan itu selalu mereka munculkan. Seakan-akan, tidak lagi alasan bagi Syiah untuk tetap eksis di muka bumi, selain klaim-klaim seperti itu.

Lalu bagaimana pandangan kita sebagai Ahlus Sunnah tentang klaim kaum Syiah ini?

Mari kita bahas secara ringkas dan praktis, dengan memohon pertolongan Allah Al Hadi…

PERTAMA. Kaum Syiah Rafidhah itu terus bekerja keras dan sangat nafsu, agar mereka tetap diakui sebagai Islam, tetap dipandang sebagai Muslim, tetap menjadi bagian dari kaum Muslimin sedunia. Hal ini adalah hakikat siksaan spiritual yang Allah timpakan atas hati-hati mereka, selamanya. Mereka telah sangat berdosa karena mencaci, melecehkan, mengutuk, dan mendoakan keburukan atas isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, dan para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Maka Allah pun menjadikan mereka selalu gelisah, takut, dan sangat menginginkan diberi label Islam atau Muslim. Mereka selalu dalam kebingungan seperti ini, layaknya Bani Israil yang kebingungan selama 40 tahun di Padang Tiih, karena telah menghina Musa ‘Alaihissalam dan Allah Ta’ala. Lihatlah manusia-manusia pemeluk agama Persia (Rafidhah) itu…mereka kemana-mana membawa laknat atas doa-doa laknat yang mereka bacakan untuk mengutuki manusia-manusia terbaik dari para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum.

KEDUA. Dalam sejarahnya, sejak zaman Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sampai hari ini, ketahuilah bahwa Syiah Rafidhah (agama Persia) ini tidak pernah berjihad melawan kaum kufar, baik itu Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan orang-orang atheis. Syiah tidak punya sejarah jihad menghadapi kaum kufar. “Jihad” kaum Syiah sebagian besar diarahkan untuk menyerang kaum Sunni, sejak zaman dahulu sampai saat ini.

Mula-mula Syiah di Kufah mengundang Husein Radhiyallahu ‘Anhu datang ke Kufah, katanya mau dibaiat. Karena Husein sudah berangkat ke Kufah, oleh penguasa kala itu (Yazid bin Muawiyah) Husein dianggap bughat, sehingga boleh ditumpas. Waktu tiba di Kufah, tak satu pun kaum Syiah keluar untuk membaiat, menolong dan mendukung Husein. Posisi Husein sangat terjepit, akan kembali ke Madinah, dia sudah dianggap bughat. Meminta bantuan Kufah, tak satu pun Syiah yang akan menolong. Akhirnya, Husein ditumpas di Padang Karbala. Bahkan kala penumpasan itu, tak satu pun hidung Syiah menampakkan diri, walau sekedar untuk menolong korban dari pihak Husein dan keluarganya. Nah, peristiwa pembantaian Husein oleh kaum Syiah itulah yang selalu mereka rayakan dan nikmati dalam momen-momen Asyura. Air mata mereka mengutuk para pembunuh Husein, sedangkan hati mereka berucap: “Alhamdulillah Husein dan keluarganya telah binasa di Karbala.”

“Jihad” kaum Syiah berikutnya ialah membantu Hulagu Khan (penguasa Mongol) untuk menumpas Khilafah Abbassiyah. Kemudian mereka berusaha melenyapkan kaum Sunni di Mesir, tetapi berhasil ditumpas oleh Nuruddin Mahmud Zanki. Mereka terus menikam perjuangan Shalahuddin Al Ayyubi. Mereka juga selalu menjadi musuh Khilafah Turki Utsmani, selalu kerjasama dengan negara-negara Nashrani Eropa untuk melemahkan Khilafah Turki. Di zaman kontemporer, Revolusi Khomeini di Iran telah menumpas Ahlus Sunnah di Iran. Mereka juga menikam perjuangan mujahidin di Afghanistan. Mereka membantai Ahlus Sunnah di Irak, Libanon, Suriah, Yaman, bahkan mereka hampir menguasai Bahrain.

Singkat kata, tidak ada Jihad kaum Syiah dalam sejarah, selain “jihad” yang diarahkan untuk memusnahkan dan menghancur-leburkan kaum Sunni. Sejarah klasik dan modern sudah memaparkan fakta. Bahkan dalam kasus Iran Contra Gate terbongkar skandal besar. Ternyata, di balik gerakan Kontra di Nikaragua, Amerika memasok senjata kepada para gerilyawan itu. Darimana dananya? Dari hasil kerjasama jual-beli minyak dengan Iran. Padahal dalam kampanye dunia, sudah dimaklumkan bahwa Amerika itu sedang konflik dengan Iran. Tetapi di balik itu ada sandiwara “jual-beli minyak” yang menggelikan. Kasus ini sangat terkenal, sehingga seorang kolonel Amerika dikorbankan sebagai tumbalnya.

KETIGA. Apa sih yang dilakukan Hizbullah (Syiah Rafidhah) di Libanon kepada Israel? Apakah dia terlibat perang terbuka dengan Israel? Apakah dia menduduki wilayah Israel dan berusaha mengusir penduduk Yahudi? Ternyata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya melepaskan tembakan mortir ke arah pasukan Israel atau wilayah Israel. Atau mereka melakukan tembakan senapan, atau tembakan rudal anti tank. Hanya itu saja. Mereka tidak pernah terlibat perang terbuka vis a vis, seperti para pejuang Ahlus Sunnah di Irak, Afghanistan, Chechnya dan lainnya. Jadi singkat kata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya semacam “main-main” untuk membuang amunisi-amunisi ringan. Itu saja kok.

KEEMPAT. Dalam sejarah perang Arab-Israel, sejak merdeka tahun 1948 Israel sudah berkali-kali bertempur dengan pasukan Arab. Yang terkenal adalah perang tahun 48, perang tahun 67, dan perang tahun 70-an. Ia kerap disebut perang Arab-Israel. Setelah itu belum ada lagi perang yang significant. Dalam sejarah ini, lagi-lagi tiada peranan Iran sama sekali. Bahkan ketika Ghaza dihancur-leburkan Israel pada tahun 2008-2009 lalu, Iran lagi-lagi tidak terlibat apa-apa. Jadi, apa yang bisa dibanggakan dari manusia-manusia pemeluk agama Persia (Syiah Rafidhah) itu?

KELIMA. Menurut Ustadz Farid Okbah, di Iran itu sangat banyak orang-orang Yahudi. Menurut informasi, jumlahnya bisa mencapai 50.000 jiwa. Mereka bisa hidup aman dan sentosa di Iran, sedangkan Ahlus Sunnah hidupnya sangat menderita disana. Iran bersikap welcome kepada kaum Yahudi, dan sangat ofensif kepada kaum Muslimin. Ini adalah realitas yang sangat menyedihkan. Makanya tidak salah kalau ada yang mengatakan, Rafidhah lebih sadis dari orang-orang kafir lain.

Contoh yang sangat unik ialah kerjasama antara Hamas dan Iran. Banyak orang menyebutkan, Hamas kerap kerjasama dengan Iran. Hal itu konon berdasarkan sikap Syaikh Al Bana yang dulunya pernah berujar, bahwa Syiah adalah sesama saudara Muslim juga. Mereka sama-sama Ahlul Qiblah. Tetapi realitasnya, Ikhwanul Muslimin di Suriah dibantai puluhan ribu manusia disana oleh regim Hafezh Assad. Ternyata, regim itu dan anaknya, dibantu oleh Iran juga. Nah, ini kan sangat ironis. Hamas kerjasama dengan Iran, sementara Al Ikhwan di Suriah dibantai oleh regim Suriah yang didukung oleh Iran.

KEENAM. Propaganda bahwa Syiah Rafidhah itu musuh Zionis Israel, semua ini hanya propaganda belaka. Sejatinya mereka itu teman-karib, sahabat dekat, saling tolong-menolong, sebagian menjadi wali atas sebagian yang lain. Mereka ini selamanya tak akan pernah terlibat dalam peperangan. Kaum Yahudi membutuhkan Iran, sebagai seteru Ahlus Sunnah. Sedangkan Iran membutuhkan Yahudi, juga sebagai seteru Ahlus Sunnah. Dalam hadits Nabi Saw juga disebutkan bahwa kelak dajjal akan muncul dari Isfahan (salah satu kota di Iran yang saat ini banyak dihuni Yahudi) dengan 70.000 pasukan. Yahudi membutuhkan Iran, karena darinya akan muncul pemimpin mereka. Dan dalam literatur-literatur Syiah, sosok dajjal itu sebenarnya adalah sosok “Al Mahdi Al Muntazhar” yang selalu mereka tunggu-tunggu. Begitulah, banyak kesamaan kepentingan antara Syiah dan Yahudi.

KETUJUH. Fakta berikutnya yang sangat mencengangkan. Ternyata Syiah Iran juga menjalin kerjasama dengan China dan Rusia, dua negara dedengkotnya Komunis. Mereka ini umumnya kerjasama dalam soal industri, perdagangan, dan jual-beli senjata. Ketika Amerika berniat menjatuhkan sanksi akibat instalasi nuklir Iran, segera China dan Rusia memveto niatan itu. Kedua negara terang-terangan membela Iran. Begitu juga China dan Rusia juga membela regim Bashar Assad (semoga Allah Al Aziz segera memecahkan kepala manusia durjana satu ini, amin ya Mujibas sa’ilin) dari ancaman sanksi internasional. Sedangkan kita tahu, regim Suriah sangat dekat koneksinya dengan Iran. Jadi, kita bisa simpulkan sendiri posisi Iran di mata China, Rusia, dan regim Suriah.

Jadi kalau kemudian kita mendengar propaganda Syiah anti Yahudi, Syiah anti Amerika, Syiah anti Zionis, dan sebagainya…ya sudahlah, saya akan ketawa saja. Tidak usah dianggap serius. Anggaplah semua itu hanya “olah-raga kata-kata” saja (meminjam istilah seorang politisi busuk). Syiah selamanya akan berkawan dengan kaum kufar dan sangat apriori dengan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah). Mereka itu lahir dari sejarah kita, tetapi wujud dan hatinya milik orang kafir. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Semoga artikel sederhana ini bermanfaat. Semoga kita semakin sadar, bahwa Syiah Rafidhah bukanlah kawan. Mereka membutuhkan istilah kawan selagi masih lemah. Nanti kalau sudah kuat, mereka akan menghancur-leburkan Ahlus Sunnah. Tetapi cukuplah Allah Ta’ala sebagai Wali, Pelindung, dan Penolong kita. Dialah sebaik-baik Pelindung dan Penjaga. Walhamdulillahi Rabbil a’alamiin

Kasus Solo Bukan Terorisme Tetapi Operasi Intelijen

MT Arifin
(Pengamat Militer dan Intelijen)



Pengamat Militer dan Intelijen dari Solo, MT Arifin menceriterakan, pasca terjadinya penembakan mati terduga teroris di Solo, Farhan dan Mukhsin oleh pasukan Densus, Jum’at (31/8/2012), dirinya langsung diwawancarai oleh stasiun televisi swasta nasional dari Jakarta. Dalam wawancara itu dia mengemukakan bahwa kasus Solo itu bukanlah terorisme tetapi merupakan operasi intelijen.

Namun anehnya, sehari kemudian dirinya mendapat serangan santet yang datangnya dari arah Jakarta. “Alhamdulillah, serangan santet itu berhasil digagalkan,” ungkap MT Arifin yang juga memahami masalah supranatural tersebut. Pengamat Militer dan Intelijen itu tidak mau menduga-duga, siapa yang memerintahkan serangan jahat melalui ilmu hitam tersebut.

Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan MT Arifin seputar terorisme dan operasi intelijen untuk menciptakan keadaan dan mengalihkan isu krusial yang terjadi pada pemerintahan SBY.


Mengapa kelompok Islam selalu disebut teroris, sedangkan Kristen seperti RMS dan OPM separatis, padahal mereka lebih banyak menimbulkan korban bagi personil TNI dan Polri ?

Persoalan istilah teroris dan separatis bukan stigmatisasi terhadap kelompok yang melakukan perlawanan pada institusi resmi, tetapi didasarkan atas konsep politik yang berkaitan dengan sifat yang ingin dilakukan dengan melakukan tindakan itu. Separatis konsepnya berkaitan dengan pemisahan, misalnya suku atau daerah ingin memisahkan diri dari negara. Sedangkan teroris konsep politik yang berkaitan dengan tindakan kekerasan untuk membentuk opini publik dan melakukan tekanan terhadap kekuasaan. Jadi dasarnya adalah konsep politik.

Dalam konteks Kenegaraan, lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis ?

Persoalannya bukan lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis. Persoalannya adalah gerakan itu menimbulkan efek yang bagaimana. Kemudian akibat dari efek itu akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi politik tertentu. Kalau dulu sampai sekarang separatis dihadapi oleh angkatan perang, tetapi kalau teroris dihadapi polisi. Kalau sekarang separatis dihadapi polisi, itu tergantung UU. Misalnya, kalau dianggap sebagai suatu tindakan yang membuat kekacauan di masyakarat dimana law and order terganggu, biasanya dihadapi polisi. Tetapi kalau sudah perlawanan total secara resmi, maka akan dihadapi militer dan semuanya dipengaruhi UU yang berlaku.

Mengapa sasaran Densus selalu umat Islam, padahal Kristen juga banyak terorisnya seperti Laskar Kristus yang aktif melakukan latihan militer di berbagai tempat tetapi dibiarkan saja ?

Kalau dilihat secara keseluruhan sebenarnya tidak begitu, terbukti Tibo cs yang melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Poso juga dihukum mati. Sebenarnya kalau dilihat dari segi hukum, siapapun dan apapun kelompok tanpa pandang bulu diberlakukan sama. Memang di Indonesia yang sering jadi sasaran adalah umat Islam karena mayoritas. Kemudian dilihat dari pergerakan dan sejarah serta rumusan yang ada di jaringan intelijen, yang menjadi sasaran berbahaya adalah umat Islam sejak kasus pemberontakan DI-TII pada masa Kartosoewirjo. Kalau saya baca di berbagai buku intelijen, memang berasal dari sana. Sehingga Islam menjadi satu corak yang dianggap sangat menonjol. Pertanyaannya, mengapa kelompok non Islam tidak melakukan itu, karena mungkin mereka tidak terlalu besar dan lebih banyak melakukan gerakan separatisme seperti RMS dan OPM. Sebenarnya umat Islam juga pernah melakukan gerakan separatisme seperti GAM di Aceh.

Saya kira juga dipengaruhi perkembangan di tingkat global, terutama munculnya terorisme di tingkat internasional akibat kegagalan menyelesaikan kasus Afghanistan, terutama setelah terjadinya perpecahan antara kelompok Mujahiddin dengan AS pasca kekalahan Uni Soviet di Afghanistan. Juga setelah terjadinya perbedaan pendapat antara AS dengan Irak masalah minyak yang menyebabkan terjadinya Perang Teluk Persia II setelah Irak menyerbu Kuwait (1990) sampai invasi pasukan AS ke Irak (2003) yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Saddam Hussein. Memang setelah itu terjadi suatu pergerakan dimana Islam bangkit menjadi kekuatan pengontrol terhadap Pan Americanisme. Sehingga menjadi suatu merek yang sangat laik pasar dan itu berpengaruh terhadap Indonesia. Persoalannya, karena wilayah umat Islam di Timur Tengah kaya akan minyak bumi dan biaya produksinya sangatlah murah jika dibandingkan dengan wilayah lain yang biaya produksinya sangatlah tinggi, karena itulah wilayah umat Islam selalu menjadi sasaran negara lain.

Apa korelasi antara terorisme dengan persediaan minyak dunia ?

Tahun 2000 lalu ada pertemuan ahli intelijen internasional dari Barat yang membahas persoalan hubungan internasional, dimana dinyatakan bahwa dunia Barat sangat kritis akan kebutuhan minyak. Karena itu minyak bumi menjadi salah satu fokus persoalan hubungan antar bangsa dan kebetulan yang menjadi masalah adalah kontrol Islam atas Barat setelah bubarnya Uni Soviet. Kemudian Islam menjadi kekuatan utama yang akan mengontrol pada saat Barat melihat minyak sebagai fokus persoalan antar bangsa, karena itu menimbulkan terorisme internasional.

Kalau sebelumnya ada terorisme nasional yang melahirkan gerakan seperti IRA di Irlandia dan gelombang kedua melahirkan terorisme ideologis seperti Tentara Merah di Jepang dan Italia, sekarang terorisme internasional memperebutkan SDA strategis seperti minyak dan Islam menjadi kekuatan utamanya. Sehingga lahirlah Teori Samuel Huntington yang menganggap Islam sebagai musuh Barat setelah jatuhnya Uni Soviet. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap Indonesia yang memiliki ketergantungan bantuan, peralatan, kerjasama, pendidikan, pelatihan dan utang dari Barat.

Selama ini Densus dibentuk, dilatih serta dibiayai AS dan Australia. Bagaimana komentar Anda sebagai pengamat militer dan intelijen ?

Bukan dibiayai, justru kita yang minta bantuan kesana karena tidak memiliki dana. Ada sebuah kritikan yang berasal dari pengamat intelijen pada beberapa kasus terorisme. Katanya bukan untuk persoalan terorisme, tetapi untuk membentuk opini dan menghentak negara yang dijadikan sasaran donatur. Karena itu sekarang bukan persoalan teroris, sebab kalau dilihat dari standar terorisme secara internasional, teroris bukan seperti di Indonesia dimana mereka menembak dengan pistol. Jadi perlu adanya standar mana yang disebut teroris dan mana yang disebut kejahatan, jadi harus jelas. Sebab jika tidak, maka nanti kalau proyek yang laku teroris, maka semuanya akan dimasukkan ke dalam kerangka teroris.

Jadi semakin ramai teroris, semakin menguntungkan Densus ?

Persoalannya bukan Densus, tetapi pemerintah. Kebetulan dana yang masuk ke pemerintah sebagian dioperkan ke kepolisian melalui Densus. Itu kan kerjasama antara pemerintah, apalagi polisi berada di bawah Presiden. Jadi yang menjadi persoalan bukannya Densus, tetapi pemerintah. Polisi selalu menjadi sasaran, padahal polisi hanya menjalankan perintah siapa lagi kalau bukan dari Presiden, dimana sekarang kita sedang menjalankan sistem Presidensial. Polisi sebenarnya tidak punya apa-apa, seumpama disuruh ke Timur ya ke Timur, disuruh ke Barat ya ke Barat.

Mengapa BNPT dan Densus selalu dikendalikan mereka yang anti Islam seperti Ansyaad Mbai, Gories Mere dan Petrus Golose ?

Tidak begitu, aparat dasarnya adalah prestasi. Jadi persoalannya bukan Islam dan non Islam. Orang non Islam yang senang pada Islam juga banyak, sebaliknya orang Islam yang tidak Islamis juga banyak. Justru kadang-kadang kelemahan kita dalam melakukan penilaian selalu bertolak-belakang dari Islam dan non Islam. Bagaimanapun juga mereka tidak memiliki kekuasaan apa-apa kalau tidak diberi wewenang. Jadi persoalannya kelembagaan, yang bekerja bukan hanya dia tetapi sebuah tim besar. Banyak polisi yang Islamnya bagus, tetapi persoalannya adalah dalam rangka pengamanan lembaga negara.

Jadi muaranya tertuju pada Presiden ?

Muaranya pada misi dari sebuah nation yang ditafsirkan pemerintah. Semestinya yang bertanggungjawab adalah pemerintah, bukan polisi.

Bagaimana pandangan Anda mengenai Program Deradikalisasi yang digerakkan BNPT ?

Saya jelas tidak setuju, dalam arti titik tolaknya darimana. Persoalan radikal dan tidak radikal akan dipahami dari konteks pengetahuan dan sikap radikal karena apa. Dalam UU Politik ada persoalan yang dinyatakan radikal. Jadi sikap radikal itu bukan persoalan orang itu radikal atau tidak radikal, tetapi dibangun oleh pengetahuan terhadap perkembangan nasional dan internasional serta rasa kesadaran akan ketidakadilan. Misalnya, pemerintah dalam mengatasi persoalan dianggap tidak adil, maka ini yang membentuk sikap radikal.

Jadi persoalan deradikalisasi semestinya berkaitan dengan bagaimana pemerintah mencoba untuk melaksanakan tujuan pemerintahan mengenai keadilan, kesejahteraan rakyat, menegakkan kebenaran, menegakkan hukum dan sebagainya. Pada saat sekarang telah terjadi kesenjangan yang tajam, mengenai pandangan pemerintah dan sikap yang dimiliki kelompok Islam dan non Islam serta hubungan antar mereka. Kesenjangan itu dipengaruhi informasi yang dimiliki dan perubahan sosial yang tinggi. Hal itu menyebabkan ketajaman hubungan karena terjadinya revolusi kebudayaan, dimana di Indonesia terjadi pada saat era reformasi sekarang. Itu yang menimbulkan persoalan dan tidak diantisipasi dengan program politik yang sistematik. Berbeda dengan Korea Selatan, sudah diantisipasi sejak awal bagaimana mengatur anak-anak main games. Tetapi disini tidak dan ini yang menjadi masalah. Jadi persoalan radikal dan tidak radikal adalah persoalan proses yang dialami oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarakat akibat adanya kesenjangan tertentu.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai rencana BNPT yang dipimpin Ansyaad Mbai untuk melakukan Sertifikasi Ulama ?

Saya kira itu tidak tepat, sertifikasi untuk apa ? Memang salah satu problem di kalangan ulama, da’i dan mubaligh adalah dalam menghadapi persoalan dimana banyak sekali pengajian yamg diberikan kelompok muda tamatan pesantren kilat. Hal ini juga terjadi di kalangan Kristen yang diberikan kelompok muda tamatan kursus Injil. Dalam memberikan ceramah, mereka belum sampai pada tingkat dengan wawasan luas, kemudian berceramah dengan sikap fanatik, dimana akhirnya menimbulkan hasil kontra produktif. Di kalangan pemuda Kristen yang fanatik juga banyak sekali dan saya mendapat laporan ini dari salah seorang pimpinan Univeristas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah. Jadi yang terdapat kelompok fanatik bukan hanya Islam saja tetapi juga Kristen. Tetapi masalahnya Islam di Indonesia mayoritas mutlak sehingga yang menonjol fanatismenya adalah Islam, padahal di Kristen juga banyak sekali yang fanatik dan fundamentalis. Fanatisme akibat itu semestinya dibicarakan dan diatasi masing-masing agama.

Apakah Sertifikasi Ulama yang akan dilakukan BNPT merupakan penghinan terhadap ulama ?

Saya kira itu tidak ada artinya. Sertifikasi biasanya pada program fungsional yang bersifat karier. Kalau ulama kan bukan jabatan karier. Sekarang persoalannya bagaimana strategi untuk menghadapi ekses-ekses itu.

Kembali ke terorisme, apakah operasi pemberantasan teroris yang digerakkan BNPT dan Densus memang proyek yang menguntungkan, dimana semakin banyak teroris yang berkeliaran maka semakin membuat kantong mereka tebal ?

Dulunya operasi semacam ini dilakukan militer dan intelijen. Jadi operasi anti terorisme bagi polisi adalah hal baru. Sekarang yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningkatkan kinerja polisi agar menjadi lebih professional. Tetapi bukan berarti saya mengatakan kalau polisi sekarang tidak profesional dalam menanggani kasus terorisme. Namun berdasarkan kasus yang ada, seharusnya polisi meningkatkan profesionalismenya, sehingga tidak sering melakukan kesalahan target atau sasaran. Polisi juga perlu meningkatkan pemahaman terhadap penegakan hukum dan perlindungan HAM. Selain itu persoalan terorisme seharusnya dikaji dari persoalan yang lebih tinggi, bukan hanya linier.

Bagimana Anda melihat kasus penembakan mati terhadap terduga dua teroris oleh Densus di Solo baru-baru ini ?

Saya melihatnya itu operasi intelijen, bukan terorisme. Perkara kemudian dikaitkan dengan terorisme, itu bisa saja. Karena dalam operasi itu digunakan orang yang mau. Bedanya, operasi intelijen dimaksudkan untuk menciptakan suatu keadaan, tetapi kalau terorisme menggunakan kekerasan untuk mempengaruhi suatu kebijakan. Banyak sekali kasus terorisme, tetapi kalau dilihat dari ilmu pengetahuan tentang terorisme, sesungguhnya bukan terorisme.

Kasus di Solo itu jelas merupakan operasi intelijen, jika dilihat dari sifat-sifatnya. Karena sekarang proyek yang paling laku dijual ya terorisme. Seorang teroris tidak mungkin mengaku dirinya sebagai teroris. Juga tidak mungkin teroris berkali-kali nongkrong pada satu tempat. Kalau teroris, begitu mengebom tidak akan kembali lagi ke tempat itu sampai puluhan tahun. Karena itu kita harus memperjelas, apa terorisme itu. Jangan sampai mendefinisikan terorisme dengan pola-pola kriminal. Sekarang yang terjadi di Indonesia, melihat terorisme sebagai pergerakan kriminal. Masak teroris hanya nongkrong disitu-situ saja, tidak berpindah-pindah tempat. Seharusnya teroris tidak seperti itu, karena konsekuensinya mati. Saya kira terorisme sebagai suatu cara untuk mengalihkan isu. Sebab kalau ada persoalan yang muncul di pemerintahan, maka untuk mengalihkan isu muncullah operasi pemberantasan terorisme. Kalau sudah begitu, semua media massa pasti akan melupakannya dan mengarahkannya kesana.

Kalau kasus penembakan mati dua orang terduga teroris di Solo, untuk mengalihkan isu yang mana di pemerintahan SBY ?

Kita lihat dari kategorinya, seperti kasus M Thoriq di Tambora, Jakarta. M Thoriq sudah diamati sejak setahun lalu, tetapi mereka baru menangkapnya pada saat diperlukan untuk mengalihkan isu. Seperti kasus Solo, adanya pemberitaan seorang anggota Densus yang mati tertembak tidak sebagaimana yang saya peroleh kabarnya. Juga kasus polisi yang tertembak di Prembun Purworejo beberapa waktu lalu. Kabarnya tertembaknya polisi tersebut hanya karena rebutan wanita, tetapi kemudian dikabarkan karena ditembak teroris. Waktu itu saya sudah protes pada salah seorang pejabat kepolisian di Polda Jateng, tetapi katanya sudah dilaporkan kasus yang sebenarnya ke Mabes Polri, tetapi ketika sampai di Jakarta ceriteranya jadi berubah menjadi kasus terorisme.

Banyaknya kasus terorisme, apa memang tujuannya untuk mendiskreditkan umat Islam Indonesia yang mayoritas ?


Persoalannya bukan umat Islam. Persoalannya kasus terorisme bisa digunakan untuk berbagai kepentingan. Seperti kepentingan untuk mengalihkan perhatian, peningkatan program sehingga mendapat dana yang besar, agar kinerjanya terlihat efektif dan sebagainya. Jadi kebetulan saja mereka latar belakangnya beragama Islam.

Mengapa setiap menjelang kedatangan pejabat tinggi AS ke Indonesia, selalu muncul kasus terorisme, seperti baru-baru ini menjelang kedatangan Menlu Hillary Clinton ?

Kalau itu bisa saja penafsiran-penafsiran, tetapi benar dan tidaknya kita tidak tahu. Karena dalam kasus terorisme di Indonesia sering kali terjadi kekurangan data, maka perlu dibuat data baru, sehingga dalam berbagai kasus terjadi seperti itu.

Bagaimana menurut Anda, sikap umat Islam Indonesia dalam menghadapi kasus terorisme yang sering terjadi ?

Pertama, media massa tidak memberitakan tentang terorisme dan penyelesaiannya. Kedua, umat Islam sebaiknya bersikap tidak reaktif. Sebab kalau bersikap reaktif maka ibarat paling enak dioper bola, pasti akan memburu. Jadi begitu ada isu terorisme muncul, pasti ada masalah yang sangat kritis di pemerintahan. Jadi sepertinya umat Islam tidak terkendali dan paling mudah dioper bola agar memburunya. Ketiga, umat Islam perlu mengetahui berbagai informasi strategis.

Sebab salah satu permasalahan yang dihadapi umat Islam Indonesia sehingga mudah menjadi radikal adalah karena membaca buku-buku terjemahan dari luar yang sangat berbeda dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Pasalnya, ketika agama jauh dari kajian kebudayaan, maka akan cenderung radikal. Sebaliknya, tatkala agama dikembangkan atas dasar pergulatan antara masyarakatnya dengan kebudayaan, maka akan cenderung tidak radikal, sebagaimana dakwah yang dikembangkan para Wali Songo dengan melalui pendekatan kebudayaan.

Abdul Halim