“Kyai Mutawakkil (KH M. Hasan Mutawakil Alallah, Ketua PWNU Jawa Timur, red) harus segera menyelesaikan masalah ini. Segera lokalisir lokasi, agar penyelesaian bisa terlasana dengan baik,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Selasa (29/5/2012) seperti dirilis situs nu.or.id
Kyai Said juga menegaskan, PWNU Jawa Timur harus bisa meredam kemungkinan munculnya aksi balas dendam dari elemen NU, baik dari Banser, Anshor, PMII, Pagar Nusa, atau yang lainnya. “Jangan sampai masalah ini menjadi semakin panjang. Jangan sampai ada aksi balas dendam yang justru akan menjatuhkan nama NU,” tegasnya.
Terkait aksi penyerangan dan pembacokan tersebut, Kyai Said mewakili seluruh institusi Nahdlatul Ulama menyampaikan kutukan. Aksi kekerasan, baik yang berlatarbelakang agama atau tidak ditegaskannya tidak dibenarkan oleh ajaran agama apapun.
“Saya mengutuk sekali penyerangan dan pembacokan itu. Agama apapun, apalagi Islam, jelas tidak membenarkan terjadinya kekerasan dengan latar belakang apapun,” tandas Kyai Said.
Sebelumnya seperti diberitakan Antara, ratusan perwakilan Banser NU dari berbagai daerah di Indonesia mulai memasuki Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur untuk memberikan solidaritas dukungan terhadap dua anggotanya yang menjadi korban penyerangan massa perguruan silat Setia Hati Teratai (SHT), pada ahad (27/5/2012).
Menurut keterangan Ketua DPW Banser NU Jatim, Imam Ahmad Kusnin, Selasa malam, kedatangan massa organisasi paramiliter yang berada di bawah naungan bendera NU tersebut berlangsung sporadis sejak Ahad (27/5) malam hingga Rabu (30/5/2012).
"Seluruh kader Banser di Indonesia saat ini siaga. Tidak hanya mereka yang berasal dari Jatim maupun Madura, yang ada di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, bahkan luar Jawa sekarang siap berangkat (ke Tulungagung)," ujarnya usai menggelar pertemuan dengan sejumlah pengurus PBNU, GP Ansor Jatim, serta sejumlah tokoh Banser NU lintas daerah di Kafe Halte yang ada di dalam kompleks Pondok Pesantren PETA, Tulungagung.
Kusnin, sebagaimana juga tokoh NU maupun GP Ansor Jatim lainnya, tidak bersedia menyebut jumlah pasti massa nahdliyin dari luar daerah yang telah memasuki Kota Marmer.
Ia hanya mengatakan bahwa belasan ribu massa Banser NU yang ada di 38 kabupaten/kota se-Jatim maupun jaringan mereka yang ada di luar Jatim saat ini telah siap dikerahkan menuju Tulungagung.
"Seluruh anggota Banser NU yang ada di daerah tapal kuda (Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang) kemarin (Senin (28/5) bahkan sudah mau berangkat tapi kami cegah. Mereka semua hanya tunggu komando," timpal Ubaidillah Suwito, tokoh muda Banser NU Kecamatan Bandung.
Pernyataan dua tokoh muda Banser NU tersebut bukanlah isapan jempol belaka. Pantauan koresponden ANTARA, ratusan anggota ormas yang memiliki seragam khas bercorak doreng mirip tentara dan berwarna dasar hijau tersebut terlihat berjaga di sejumlah titik lokasi.
Mereka bahkan rela menginap di kantor cabang NU Tulungagung maupun sejumlah fasilitas milik warga nahdliyin lain demi menunggu perintah/komando pimpinan mereka maupun instruksi alim-ulama NU setempat.
"Kalau polisi tidak segera menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan warga Banser NU, maupun lembaga NU secara keseluruhan, maka jangan salahkan kami jika massa kami bergerak dan melakukan tindakan di luar kendali," ujar Wakil Ketua PB Sebumi (Seni Budaya Muslimin Indonesia), Agus Sunyoto.
Pihak Banser NU maupun GP Ansor dan PBNU sendiri sampai saat ini mengisyaratkan ketidakpuasan mereka terhadap langkah penindakan maupun penanganan kasus yang dilakukan pihak kepolisian.
Sinyalemen itu setidaknya terlihat dari hasil evaluasi yang dilakukan sejumlah pejabat teras maupun tokoh NU Jatim dan pusat saat menggelar rapat koordinasi di Kafe Halte yang berada di dalam kompleks Ponpes PETA, Tulungagung.
Sehari sebelumnya, eskalasi ketegangan bahkan sempat memuncak seiring kian banyaknya masa Banser maupun GP Ansor dari luar daerah yang berdatangan secara sporadis.
Lebih dari seribu massa malam itu sempat berkumpul di rumah Gus Hadi, salah seorang tokoh NU yang cukup berpengaruh di daerah tersebut untuk meminta restu melakukan penyisiran ("sweeping") atas anggota perguruan silat SHT yang ada di Kabupaten Tulungagung sebagai aksi balas dendam.
Beruntung aksi sweeping tersebut berhasil dicegah sehingga eskalasi konflik berbau SARA tersebut bisa diredam.
Namun, siang harinya (Selasa siang), ketegangan kembali meningkat seiring meningkatnya ketidakyakinan mereka terhadap komitmen polisi dalam melakukan penindakan dan penyelidikan atas insiden perusakan atribut lembaga NU serta penganiayaan terhadap dua kader muda Banser NU pada hari Minggu (27/5/2012) sore oleh ratusan anggota SHT.
Peristiwa penyerangan terjadi di Kantor Ranting NU Desa Wonokromo, Kecamatan Gondang. Dua anggota Banser yang disabet parang adalah Brilian Kusuma Adi (18) dan Moh Rizal Saputra (15).
Adi menderita luka bacok pada punggung. Pemuda asal Desa/Kecamatan Kauman ini terpaksa mendapat tujuh jahitan. Sedangkan Rizal mengalami luka pada bagian pantat dan terpaksa mendapat sembilan jahitan. Saat penyerangan, keduanya mengenakan seragam Banser, setelah sebelumnya mengikuti acara jalan sehat dalam rangka memperingati Harlah NU ke-89.
Rep: shodiq ramadhan
Sumber: nu.or.id/antara
0 komentar:
Posting Komentar