IMAM SUPRIADI UNTUK INDONESIA

1 Feb 2010

Menggugat Jihad Al-Qaidah

Di bulan April 2009, sebuah buku diterbitkan oleh Sabili Publishing, berjudul Menggugat Al Qaidah ; Rasionalisasi Jihad di Mesir dan Dunia. Di sampul depan tercantum nama penulisnya, Dr Fadl, Pendiri Al Qaidah dan Mantan Penasihat Ayman al-Zawahiri. Tidak ketinggalan sebuah label bertuliskan “Buku Paling Kontroversial Di Timur Tengah” terpampang di sampul depan, melengkapi buku berilustrasi gagang pedang warna keemasan dengan latar belakang warna hitam.


Cover Buku Menggugat Al Qaidah Terbitan Sabili yg Beredar Di Pasaran
Buku Menggugat Al Qaidah setebal 239 halaman yang diterbitkan oleh Sabili Publishing ini adalah hasil terjemahan dari naskah berbahasa Inggris berjudul “Rationalization of Jihad in Egypt and the World” yang ditulis Dr Fadl di dalam penjara pemerintah Mesir.
Dalam Pengantar Penerbit dikatakan : “Meski saat ini hidup dalam penjara pemerintah Mesir, Sayyid Iman tetap memikirkan kelangsungan jihad demi tegaknya agama Allah, al Islam. Untuk itu ia menuangkan pemikirannya dalam bentuk buku yang ditulisnya di penjara.” (Halaman XIII)
Menulis buku jihad di dalam sebuah penjara bukanlah sebuah masalah. Namun, jikalau isi buku tersebut menyudutkan dan menyalahkan jihad serta mujahidin, itu adalah sebuah masalah besar. Inilah yang terjadi pada buku karya Sayyid Imam, atau Dr Fadl, atau yang juga lebih dikenal dengan nama pena Syekh Abdul Qadir bin Abdul Aziz di dalam buku yang aslinya berbahasa Arab dengan judul : “Wathiqatu Tarsyidil ‘Amalil Jihadi Fie Mishr wal 'Alam”. Lalu, apa yang salah dengan buku tersebut ?
Buku Jihad Pesanan Dari Penjara Mesir
Di dalam Pengantar Penerbit buku Menggugat Al Qaidah tersebut disebutkan perlunya kaum muslimin untuk mengikatkan diri pada fiqhul jihad yang benar karena adanya pelanggaran syariah dalam berjihad. Berikut kutipan lengkapnya :

“Lantas, apa yang bisa kita perbuat ? Kaum Muslimin yang mengetahui terjadinya pelanggaran syariah dalam berjihad, sebaiknya berupaya mengikatkan diri bersama umat Islam lainnya pada fiqhul jihad yang benar. Di sisi lain, diperlukan komitmen tegas menjalankan jihad sesuai tuntunan syariah. Selanjutnya, pada generasi muda Muslim, agar banyak belajar meningkatkan pemahaman keislamannya agar tidak melakukan pelanggaran syariah seperti yang dilakukan sebagian pendahulu kita. (Halaman XI – XII)

Jihad global yang telah dilakukan mujahidin, khususnya oleh jamaah jihad Al Qaidah, menurut penulis buku ini telah melanggar prinsip Islam tentang perang, diantaranya :
Pertama, membunuh atas dasar perbedaan kebangsaan (ras atau suku). Ini tidak dibenarkan, karena Islam tidak membedakan kebangsaan, ras, atau suku. Justru Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Kedua, membunuh warga sipil Muslim atau non-Muslim yang tidak terlibat perang. Ketiga, membunuh wanita, anak-anak dan orang-orang jompo. Kedua kelompok warga ini seharusnya dilindungi. Keempat, menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup untuk menghadapi musuh atau membunuh warga sipil yang dijadikan tameng hidup oleh musuh. Kelima, membebaskan musuh yang meminta jaminan keselamatan dengan memberikan imbalan atau harta. Keenam, merampas harta benda musuh yang bukan haknya. (Halaman X)

Benarkah semua tuduhan di dalam buku ini telah dilakukan oleh Al Qaidah ? Jika tidak benar, mengapa Sayyid Imam, atau Syekh Abdul Qadir bin Abdul Aziz, yang dikenal sebagai ulama mujahid yang banyak memberikan inspirasi jihad melalui buku-bukunya sampai hati menulis buku yang menyalahkan dan menyudutkan jihad di Mesir dan dunia tersebut ? Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini ?

Dr Fadl
Sebelum kita membahas lebih jauh buku Menggugat Al Qaidah karya Dr Fadl ini, perlu diketahui kronologis berikut sejarah kehidupan Dr Fadl sedari awal hingga akhirnya beliau menulis buku yang menyulut kontroversi di kalangan mujahidin ini.
Dalam buku Balada Jamaah Jihad (Jazera, Solo, 2005), karya Dr. Hani As-Sibai, aktivis Jamaah Jihad Mesir, dituliskan biografi singkat Dr Fadl atau Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz sebagai berikut.
Nama lengkap Dr Fadl adalah Sayyid Imam bin Abdul Aziz Imam Asy Syarif. Beliau lebih populer dengan nama Syekh Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz. Beliau lahir pada Agustus 1950 di kota Bani Suwaif, Mesir Selatan. Beliau Menuntut ilmu dan menghafal Al Qur`an sejak kecil serta mulai menulis buku sejak awal usia mudanya.
Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kairo tahun 1974 M dengan meraih predikat Mumtaz (cum laude). Setelah lulus ia sempat bekerja sebagai Wakil Kepala Bagian Operasi pada Jurusan Spesialis Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Kairo.
Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz mulai menjadi buron pemerintahan Mesir pasca terbunuhnya Anwar Sadat pada tahun 1981 M, namun ia berhasil meloloskan diri keluar dari Mesir. Kemudian Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz bekerja sebagai direktur sebuah rumah sakit milik Bulan Sabit Merah Kuwait di Kota Peshawaar, Pakistan. Dengan dibantu oleh Dr Ayman Azh Zhawahiri.
Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz menikah dengan seorang wanita Palestina dan dikarunia empat orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Di Pakistan itulah Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz sempat meraih gelar doktor dibidang bedah disalah satu universitas di sana.
Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz kemudian meninggalkan Pakistan dalam rangka menghindari kejaran pihak intelijen. Pada saat bersamaan terjadi penangkapan terhadap orang-orang Arab di daerah Peshawar pada tahun 1993 M. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz kemudian menuju Sudan.
Beliau sempat tinggal di Yaman pada saat akhir perang saudara antara Yaman Utara dengan Yaman Selatan dan kemudian bekerja di Rumah Sakit Ats Tsaurah Al `Aamm di Kota Ib sebelah selatan Ibukota Shan`a, sebagai sukarelawan. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz sempat menikahi seorang wanita dari daerah tesebut, dan kemudian dikaruniai satu orang anak perempuan. Selanjutnya Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz bekerja di sebuah Rumah Sakit Spesialis Daar Asy Syifaa.
Pada bulan April 1999 M, Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz divonis penjara seumur hidup dalam kasus “orang-orang yang kembali dari Albania”, padahal beliau sama sekali tidak pernah pergi ke sana. Setelah peristiwa 11 September 2001 M, pada tanggal 28 Oktober 2001 M, beliau ditangkap oleh pemerintahan thoghut Yaman. Selanjutnya beliau dipenjara di rumah tahanan politik yang berada di Shan`a selama 2 tahun 5 bulan.
Terakhir Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz di ekstradisi ke Mesir yaitu pada tanggal 28 Februari 2004 M, oleh pemerintah Mesir. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz dan sejumlah kawan seperjuangannya dipenjara dan ada pula yang divonis hukuman mati.

Jamaah islamiyah Mesir yg Di Penjara
Dr Fadl atau Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz memiliki sejumlah karya tulis yang monumental dan menginspirasi kaum Muslimin seluruh dunia, khususnya mujahidin. Buku pertama yang beliau keluarkan adalah Al `Umdah fie I`daadil `Uddah (Bekal dalam Mempersiapkan Kemampuan).
Buku ini disebarluaskan pada tahun 1988 di saat jihad tengah berkecamuk antara mujahidin dengan pasukan kafir Uni Soviet di Afghanistan. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Al ‘Umdah fi I’dadil ‘Uddah ; Kupas Tuntas Seputar I’dad & Jihad, diterbitkan oleh Darul Ilmi, Solo.
Lima tahun kemudian, Sayyid Imam menghasilkan sebuah kitab lagi yang juga terkenal di kalangan mujahidin, yakni “Al Jaamie’ Fie Thalabil Ilmisy Syaarif”. Kitab setebal 1.100 halaman ini dianggap sebagai buku yang lengkap, terdiri dari teori, doktrin, dan dasar hukum untuk gerakan jihad, tidak hanya di Mesir, tetapi juga di mana-mana. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama dan diterbitkan oleh penerbit Al Alaq, Solo.
Pasca serangan 11 September 2001 dan ditangkapnya Dr Fadl oleh otoritas Yaman, 28 Oktober 2001, Dr Fadl mulai mengalami ‘perubahan’. Beliau mulai memiliki pandangan-pandangan berbeda tentang jihad. Perubahan besar semakin terjadi ketika beliau diektradisi ke penjara Mesir oleh pemerintahan Yaman, dan dikenai hukuman seumur hidup. Beliau mulai menghuni penjara Mesir sejak tahun 2004.
Setelah kurang lebih 3 tahun mendekam di penjara Mesir inilah, Dr Fadl akhirnya mengeluarkan buku kontroversial, Menggugat Al Qaidah. Buku ini mulai ditulis sejak Kamis, 18 Safar 1428 H (8 Maret 2007) dan mulai dipublikasikan secara bertahap oleh Harian Al-Misri al-Yawm di Kairo Mesir, mulai 18 November-3 Desember 2007.
Kemudahan penulisan buku tersebut sekaligus publikasi besar-besaran di dua harian terkemuka di Arab, yakni Al Jarida, di Kuwait, dan Al Misri al-Yawm, di Kairo Mesir, mengundang dugaan kuat adanya restu atau perintah bahkan pesanan khusus dari pemerintah Mesir. Apalagi dalam buku tersebut terselip pokok bahasan khusus ‘Larangan Memberontak Bagi Mujahidin”, yakni sebuah pembahasan yang intinya menjelaskan prinsip-prinsip agama yang melarang pemberontakan terhadap aturan yang ditetapkan pemerintah di negara-negara Muslim (Menggugat Al Qaidah, Halaman 89).
Sayangnya, buku jihad pesanan dari penjara Mesir yang ditulis oleh Dr Fadl ini oleh penerbit Sabili Publishing dianggap sebagai “Panduan Jihad” yang dapat meluruskan dan merumuskan pemahaman tentang jihad secara benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah. Penerbit buku ini sepertinya langsung setuju begitu saja dan membenarkan seluruh hal yang terdapat dalam buku yang kontroversial ini.
Apakah pihak penerbit, yakni Sabili Publishing telah yakin dan melakukan pembuktian ilmiah (sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah, berdasarkan pemahaman Salafus Sholeh) terhadap isi buku tersebut sehingga layak menjadi bacaan kaum Muslimin. Apakah pihak penerbit telah melakukan tabayyun kepada pihak yang digugat dan dipersalahkan dalam buku ini, yakni Al Qaidah, bahwa semua yang dituduhkan dan disalahkan oleh penulis adalah benar. Pihak penerbit seharusnya meneliti dan mencari tahu jawaban pihak Al Qaidah terhadap gugatan yang dilakukan Dr Fadl dari penjara pemerintah Mesir.
Hal ini perlu dilakukan oleh penerbit jika sungguh-sungguh ingin menjadikan buku ini sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi kaum Muslimin, dan bukan sekedar menjadi pengikut dari arus media global yang dihegemoni Barat yang memang dengan sengaja mempropagandakan buku ini untuk melemahkan jihad dan perjuangan kaum Muslimin. Apalagi selama ini Sabili dikenal sebagai salah satu media Islam yang komitmen menyuarakan dan memperjuangkan jihad kaum Muslimin di seluruh dunia.
Syekh Ayman Membantah Dalam At Tabriah

Buku At Tabriah, jawaban Atas Tuduhan Dr Fadl Di Buku At Tarsyid
Jawaban resmi Al Qaidah atas gugatan dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya keluar dalam jarak waktu hanya dua bulan saja. Syekh Ayman Azh Zhawahiri, orang kedua Al Qaidah membuat kitab At Tabriah yang khusus dipersiapkan untuk menjawab buku yang ditulis oleh Dr Fadl.

Dr Aiman Al Zawahiri (Hafizahullah)
Kitab resmi keluaran Al Qaidah yang ditulis oleh Syekh Ayman berjudul asli At Tabriah Risalatun Fie Tabriati Ummatil Qalami was Saifi min Munaqqashati Tuhmatil Khawari Wadh Dhu’fi. Secara ringkas kata At Tabriah berarti : Pelepasan. Maksudnya, kitab ini memang dipersiapkan dalam rangka melepaskan ummat yang berilmu dan berperang, (para mujahidin maksudnya) dari tuduhan lemah dan tidak berdaya.
Kitab At Tabriah ini memang dibuat khusus untuk menyanggah buku karya Dr Fadl, yang berjudul asli : “Watsiqatu Tarsyidil Amalil Jihadi Fie Mishr wal ‘Alam”, atau kemudian menjadi “Rationalization of Jihad in Egypt and the World” dalam versi bahasa Inggris. Dari edisi bahasa Inggris inilah, Sabili Publishing menerjemahkan untuk kemudian menerbitkannya kembali dengan judul “Menggugat Al Qaidah ; Rasionalisasi Jihad di Mesir dan Dunia”.

Syaikh Mukhlas Ali Ghufran (Rahimahullah)
Abu Khubaib At Tenjuluny atau Syekh Mukhlas rahimahullah, dalam risalah “Maktabah Kita” memberikan komentarnya setelah membaca tuntas kitab karya Syekh Ayman, At Tabriah. Menurut beliau, inti kandungan kitab karya Dr Fadl yang ditulisnya dalam penjara Mesir itu adalah :
  1. Memperbaharui dan memperhebat kritikannya terhadap operasi-operasi jihad yang pernah ditulis dalam kitab Al Jamie, dan kali ini sasaran utamanya adalah Al Qaidah sebagai tandzim atau jama’ah jihad, sedang secara induvidu adalah Asy Syekh Ayman dan Asy Syekh Usamah bin Ladin. (At Tabriah, Muqaddimah halaman 3)
  2. Berusaha menghentikan operasi-operasi jihad dengan alasan kaum Muslimin (mujahidin) lemah dan tidak berdaya dan dengan alasan tidak terpenuhinya penopang-penopang jihad.
  3. Menunjukkan kepada ummat keraguannya terhadap pendapat-pendapatnya dan fatwa-fatwanya yang ditulis selama ini di dalam kitab-kitabnya, dan sepertinya memberi isyarat agar tidak diikuti, khususnya dalam masalah yang berhubungan dengan jihad dan operasi jihad yang tidak sejalan dengan “Watsiqah Tarsyid”. (Menggugat Al Qaidah)
Syekh Ayman Azh Zhawahiri pada catatan (al mulahadzah) pertama mengomentari kitab Watsiqah Tarsyid sebagai berikut :

Risalah ini judul namanya bertentangan dengan tema yang dibicarakan. Judul namanya “Petunjuk Al Amal Al Jihadi (Operasi Jihad). Judul ini mengundang pertanyaan amal jihad bersama siapa? Dan melawan siapa ? Bila kita ikuti pembahasannya dalam risalah Al Watsiqah, kita dapat mengetahui bahwa yang dimaksud amal jihadi tersebut adalah amal jihadi yang terjadi di Mesir dan di luar Mesir, melawan para penguasa yang keluar dari syari’at Islam, melawan Amerika dan Yahudi. Sedangkan sebagaimana yang dia katakan kita adalah orang-orang yang lumpuh, timpang, cacat, lemah, miskin, dan tertindas, dan seterusnya…Maka amal jihad apa yang mau dia tunjukkan? Jadi judul yang paling tepat dan sesuai untuk kitab macam itu adalah “Ilqha au Ta’jiz au Iqaf al Amal al Jihad.” (Penghapusan atau pelumpuhan atau penghentian amal jihadi). Kitab tersebut diberi nama yang bertentangan dengan maudhunya agar supaya meringankan dari pengaruh judul terhadap pendengar. Kalau tidak demikian, maka sebenarnya kitab tersebut ditulis dengan spirit Kementrian Dalam Negeri (Mesir) dengan tujuan yang sangat jelas yakni menjaga stabilitas dan keamanan negara. (At Tabriah, halaman 12)

Kritik Syekh Ayman kepada Dr Fadl alias Syekh Abdul Qadir Abdul Aziz bukan pertama kali dilakukan. Syekh Ayman juga pernah mengkritisi buku karya Syekh Abdul Qadir Abdul Aziz, yakni kitab “Al-Jami’ Fie Thalabil Ilmiys Syarif” yang sering dianggap sebagai buku panduan untuk Al Qaidah.

Mujahidin Al Qaidah Mengawal syaikh Usmah Bin Laden
Buku Menggugat Al Qaidah karya Dr Fadl ini tidak salah lagi merupakan busur panah yang diarahkan kepada Syekh Ayman dan Syekh Usamah sebagai pribadi, dan Al Qaidah sebagai jamaah jihad. Banyak sekali tuduhan-tuduhan dalam buku ini yang dialamatkan kepada beliau, Syekh Ayman Azh Zhawahiri.
Syekh Ayman akhirnya menjawab dan meluruskan semua tuduhan Dr Fadl tersebut dalam sebuah risalah atau kitab ilmiah yang kuat dasarnya, dengan kitab rujukan tidak kurang dari 130 kitab, yang dipersiapkan beliau untuk membatalkan setiap syubhat atau rekaan-rekaan yang dibuat oleh para penulis “Al-Watsiqah” (Menggugat Al Qaidah). (Abu Khubaib An Najdi, At Tabriah Lisy Syaikh Abu Muhammad Aiman Azh Zhawahiri)
Syekh Ayman berkata mengomentari penulisan kitab At Tabriah yang dirasa sangat sulit penulisannya karena khusus untuk menanggapi kitab Al Watsiqah. Beliau menyangka bahwa ini adalah tulisan yang paling sulit dalam hidupnya selama ini. Semula beliau menyangka bahwa nasehat dan peringatan yang disampaikan kepada HAMAS adalah yang paling sulit, tetapi setelah terbitnya kitab Al Watsiqah At Tarsyid, teryata untuk menulis bantahan atau sanggahan kitab tersebut beliau rasakan jauh lebih sulit.
Syekh Ayman dalam menulis kitab At Tabriah sebelumnya telah bermusyawarah dan beristikharah agar sikapnya dalam menyanggah tidak tergesa-gesa karena yang demikian itu bisa menjauhkan dari kebenaran dan keadilan. Ini menunjukkan bahwa perkataan yang dilontarkan oleh Syekh ditujukan kepada makna dan pemikiran bukan kepada orang-orangnya.
Beliau tidak bermaksud untuk menyakiti seorang pun bahkan pada akhir kitab beliau tersebut, Syekh meminta maaf sekali lagi, kalau seandainya apa yang telah beliau tulis menyakiti seseorang dan memaafkan bagi orang-orang yang menyakiti beliau, menyerangnya, mendhaliminya, dan memakinya.
Syekh Ayman juga menekankan bahwa beliau masih memberikan posisi yang selayaknya dan penghormatan serta kemuliaan kepada penulis Al Watsiqah dan orang-orang yang menyepakatinya, akan tetapi kebenaran lebih beliau cintai daripada mereka.
Kesalahan Fatal Buku Dr Fadl
Dalam kitab At Tabriah, Syekh Aiman memberikan sanggahan-sanggahan terhadap poin-poin penting dan tidak menanggapi atas caci maki yang diarahkan kepada beliau. Beliau juga mempertanyakan mengapa begitu hebat konsentrasi media massa untuk memerangi Al Qaidah dan usaha untuk menumpasnya yang telah disepakati oleh toghut-toghut baik Arab maupun Ajam ? Dan apakah Husni Mubarak termasuk pemimpin yang adil dan berbuat baik ? Ataukah dia termasuk pemimpin yang dzalim dan menyimpang ?
Dalam buku tersebut, Syekh Aiman juga menyatakan bahwa Al Qaidah sangat menginginkan untuk menjauhi dari tertumpahnya darah-darah kaum Muslimin, dan sesugguhnya mereka tidak berjihad kecuali demi menyelamatkan mereka. Garis kebijaksanaan operasi jihad yang ditempuh Al Qaidah dalam menghadapi serangan kaum salibis terhadap negeri-negeri Islam adalah sebagai berikut :
a. Memukul target-target milik salibis dan zionis
b. Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem tatanan yang rusak ini dan menegakkan sistem dan tatanan Islam
Syekh Aiman juga menerangkan kesalahan-kesalahan metodologi secara umum kitab Al Watsiqoh (Menggugat Al Qaidah) karya Dr Fadl, misalnya tidak menyinggung sama sekali sebab-sebab kesalahan yang dituduhkan dan tidak mencantumkan apa kesalahannya, tetapi langsung melompat kepada solusinya, dan sikap lari secara sembunyi dari menyebutkan hal-hal tersebut agar supaya di dalam kitab Al Watsiqoh tidak ada sesuatu yang menyusahkan penguasa Mesir yang sedang berkuasa, yakni Husni Mubarak.
Selain itu, solusi atau resep yang ditawarkan dalam kitab Dr Fadl ini tidak realistis dan tidak praktis, serta tidak masuk akal yang mana hanya pada enam pilihan saja, yaitu : Hijrah, uzlah, memaafkan, berpaling, sabar, dan menyembunyikan iman.
Dr Fadl mengatakan :
“Jihad bukanllah satu-satunya alternatif yang dibolehkan agama untuk menghadapi situasi ketika tidak ada lagi komitmen terhadap agama. Menurutnya ada cukup banyak alternatif yang bisa dijalankan, seperti berperang, dakwah, hijrah, uzlah, memaafkan, menghindari, dan bersabar.” (Menggugat Al Qaidah, Halaman 90).
Disamping itu, buku Dr Fadl juga tidak komitmen dengan metodologi ilmiah dan tidak pula amanat dalam menyampaikan ilmu, dimana dia menyembunyikan sebagian ucapan ahlul ilmi demi keinginan pribadi, agar tidak berlawanan dengan sesuatu yang telah diambil keputusannya dan ketetapan yang telah direncanakannya.
Sebagai contoh Dr Fadl dalam buku ini mengatakan bahwasanya dia bukan ‘alim (orang yang berilmu) dan bukan mufti (orang yang memberi fatwa), sedangkan buku yang dia tulis sendiri dengan tangannya ini penuh dengan ketetapan haram dan halal, keterangan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, kalau ini bukan termasuk pekerjaan para ulama dan para mufti, maka apa yang tersisa untuk mereka ???
Kekeliruan fatal yang menjadi pengetahuan umum adalah sering dikatakan bahwa Dr Fadl merupakan figur ulama Al Qaidah terpenting dan dua kitabnya yang masyhur adalah bagian dari dustur Al Qaidah yang tidak boleh menyimpang darinya. Lebih fatal lagi Sabili Publishing dalam buku yang diterbitkannya, Menggugat Al Qaidah, mengatakan bahwa Dr Fadl adalah pendiri Al Qaidah.
Padahal, Syekh Ayman berlepas diri dari sebagian pemikiran Dr Fadl, terutama dalam sebagian pengkafiran yang dianggap melampaui batas yang terdapat dalam kitab karya beliau, yakni Al Jamie’, ketika mengkafirkan secara ta’yin (personal) terhadap anshor thowagit dari para tentara, polisi, dan lain sebagainya.
Maka, bagaimanakah kitab tersebut bisa dikatakan sebagai dustur bagi Al Qaidah, sedangkan mereka menyanggah sebagian pendapat dalam kitab tersebut ?
Dustur Al Qaidah adalah Al Qur’an dan As Sunnah, adapun kitab-kitab ahlul ilmi dan karangan-karangan mereka maka ada yang diambil dan ada pula yang ditolak. Begitu pula kitab Al Jamie’ karya Dr Fadl, kedudukannya sebagaimana kitab-kitab ulama yang lain.
Syekh Ayman secara tegas membantah tuduhan Dr Fadl bahwa mujahidin menyerang orang Barat di jantung negara mereka karena nafsu untuk menumpahkan darah. Beliau mengatakan :
“Para mujahidin tatkala mereka menyerang orang-orang Barat di jantung negaranya dengan operasi syahid, mereka tidak menyerangnya karena orang-orang Barat tersebut telah mengingkari perjanjian dan bukan pula karena nafsu untuk menumpahkan darah dan bukan pula karena mereka (mujahidin) setengah gila dan bukan pula karena putus asa dan frustasi sebagaimana telah digambarkan oleh banyak orang…Akan tetapi mereka menyerang orang-orang Barat itu dalam keadaan terpaksa melakukannya demi mempertahankan umat mereka dan kehormatan mereka dari serangan yang amat keji yang terus menerus selama berabad-abad. Karena sesungguhnya Mujahidin tidak memiliki sarana lain dalam mempertahankan diri dari serangan tersebut, selain operasi syahid dan selain menjadikan orang-orang Barat sebagai target di medan perang, dan memukul perekonomiannya serta markas-markas komandonya. Dan Mujahidin dalam melakukan serangan-serangan ini dalam rangka menunaikan Jihad Daf’in (jihad mempertahankan diri), mereka dalam hal ini senantiasa memperhatikan hukum-hukum syara’ dan meminta fatwa dari para ulama yang jujur lagi bebas merdeka. Dan mereka dengan operasi-operasi tersebut hanya mengharapkan ridho Allah semata.”
Syekh Ayman menlanjutkan :
“Kami tidak menyeru manusia kepada jihad yang acak-acakan dan membabi buta, bahkan kami menyeru manusia untuk mengorganisir kekuatan mereka dan mengkonsentrasikan segala fasilitas yang mereka miliki dan mempersiapkan segala penyebab yang dapat terlaksananya jihad, dan mereka janganlah menunda-nunda untuk melaksanakan itu semua meskipun mereka tidak mampu berjihad dengan tangan kapan saja, maka supaya mereka mempersiapkan persiapan mudah-mudahan dengan itu Allah menguatkan mereka dan memberikan kemenangan kepada mereka atau generasi berikutnya yang akan memetik buah perjuangan mereka, karena sesungguhnya usaha untuk menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk berjihad wajib hukumnya dan diperintahkan oleh syara’.”
Kesimpulan
Buku Menggugat Al Qaidah ; Rasionalisasi Jihad di Mesir dan Dunia karya Dr Fadl atau Syekh Abdul Qadir Abdul Aziz ini termasuk buku pesanan penguasa (Mesir dalam hal ini) yang menyeru kepada ummat untuk menyerah dan mengalah dari jihad fie sabilillah. Sementara Mujahidin tetap istiqomah menyeru ummat untuk bangun, bangkit, melawan, berjihad, dan mencari syahadah (mati syahid). Dengan demikian, judul yang cocok untuk buku ini seharusnya adalah “Menggugat Al Qaidah : Merasionalisasi Jihad Dunia Dari Penjara Mesir”.
Kepada penulis buku ini, Dr Fadl, atau Syekh Abdul Qadir Abdul Aziz, kita tidak mengetahui bagaimana situasi dan kondisi beliau yang sebenarnya ketika dipenjara, sehingga menghasilkan karya yang bertentangan dengan semangat jihad beliau sebelumnya.
Hanya saja sudah maklum bahwa ketika berada dalam penjara, sebagai tawanan beliau dalam keadaan lemah lahir maupun batin yang memungkinkan munculnya pelbagai kondisi termasuk sikap At Tara’ju’ yakni berpaling dari amal jihad, sehingga lahirlah buku yang kontraproduktif untuk jihad itu sendiri. Wallahu’alam!
Tentu saja, serangan dan gugatan yang dilancarkan oleh Dr Fadl atau Syekh Abdul Qadir Abdul Aziz, yang nota bene tetap dianggap sebagai ulama Mujahidin yang berpengaruh, bahkan dianggap sebagai pendiri Al Qaidah, akan menyenangkan pihak musuh-musuh Islam, khususnya Amerika dan antek-anteknya. Tidak heran kalau buku ini mendapat tempat dan kesempatan untuk disebarluaskan di seluruh penjuru dunia dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Untuk itu kaum Muslimin harus sadar dan mengerti tentang masalah ini dengan sebenar-benarnya dan tidak hnaya ikut-ikutan menyebarluaskan pemikiran syubhat tentang jihad dan perjuangan kaum Muslimin.
Alhamdulillah, atas idzin Allah, Syekh Ayman telah berhasil membongkar semua syubhat dalam buku Menggugat Al Qaidah, dan menerangkan persoalannya satu persatu dengan sedetail-detailnya serta menyanggah dan menjawab setiap tuduhan dan gugatan yang ada. Buku semacam inilah, yakni At Tabriah, yang seharusnya diterbitkan dan kemudian dipublikasikan, sehingga kaum Muslimin dan seluruh Mujahidin di seantero dunia senantiasa sabar dan istiqomah di atas kebenaran. Wallahu’alam bis Showab!
By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys

Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
© 2009 Ar Rahmah Media Network

0 komentar:

Al-Qur'an Digital

Terjemah

Barat Bungkam terhadap Nuklir Zionis

Syi'ah Tak Pernah Berperang Melawan Israel

Oleh, AM Waskito

Salah satu alasan yang membuat kaum Syiah Rafidhah selalu berbunga-bunga ialah sebagai berikut…

[=] Syiah adalah musuh terbesar Amerika dan Israel.

[=] Syiah adalah musuh utama Zionis Yahudi yang sangat ditakuti karena punya intalasi nuklir.

Sejarah Syiah: "Selalu Menusuk Ahlus Sunnah dari Belakang. Dan Tak Pernah Perang Melawan Orang Kafir."
[=] Hizbullah adalah sosok kekuatan Syiah yang selalu gagah-berani menghadang barisan Zionis Israel.

[=] Sementara Saudi, Kuwait, dan Qatar, selalu bermanis-manis kata dengan dedengkot Yahudi, yaitu Amerika.

[=] Revolusi Khomeini adalah revolusi Islam yang menginspirasi perjuangan gerakan-gerakan Islam di dunia.

Ya, kurang lebih begitu klaim para aktivis agama Persia (Syiah Rafidhah) ini. Di berbagai forum, kesempatan, termasuk dalam diskusi di blog ini, alasan-alasan itu selalu mereka munculkan. Seakan-akan, tidak lagi alasan bagi Syiah untuk tetap eksis di muka bumi, selain klaim-klaim seperti itu.

Lalu bagaimana pandangan kita sebagai Ahlus Sunnah tentang klaim kaum Syiah ini?

Mari kita bahas secara ringkas dan praktis, dengan memohon pertolongan Allah Al Hadi…

PERTAMA. Kaum Syiah Rafidhah itu terus bekerja keras dan sangat nafsu, agar mereka tetap diakui sebagai Islam, tetap dipandang sebagai Muslim, tetap menjadi bagian dari kaum Muslimin sedunia. Hal ini adalah hakikat siksaan spiritual yang Allah timpakan atas hati-hati mereka, selamanya. Mereka telah sangat berdosa karena mencaci, melecehkan, mengutuk, dan mendoakan keburukan atas isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, dan para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Maka Allah pun menjadikan mereka selalu gelisah, takut, dan sangat menginginkan diberi label Islam atau Muslim. Mereka selalu dalam kebingungan seperti ini, layaknya Bani Israil yang kebingungan selama 40 tahun di Padang Tiih, karena telah menghina Musa ‘Alaihissalam dan Allah Ta’ala. Lihatlah manusia-manusia pemeluk agama Persia (Rafidhah) itu…mereka kemana-mana membawa laknat atas doa-doa laknat yang mereka bacakan untuk mengutuki manusia-manusia terbaik dari para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum.

KEDUA. Dalam sejarahnya, sejak zaman Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sampai hari ini, ketahuilah bahwa Syiah Rafidhah (agama Persia) ini tidak pernah berjihad melawan kaum kufar, baik itu Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan orang-orang atheis. Syiah tidak punya sejarah jihad menghadapi kaum kufar. “Jihad” kaum Syiah sebagian besar diarahkan untuk menyerang kaum Sunni, sejak zaman dahulu sampai saat ini.

Mula-mula Syiah di Kufah mengundang Husein Radhiyallahu ‘Anhu datang ke Kufah, katanya mau dibaiat. Karena Husein sudah berangkat ke Kufah, oleh penguasa kala itu (Yazid bin Muawiyah) Husein dianggap bughat, sehingga boleh ditumpas. Waktu tiba di Kufah, tak satu pun kaum Syiah keluar untuk membaiat, menolong dan mendukung Husein. Posisi Husein sangat terjepit, akan kembali ke Madinah, dia sudah dianggap bughat. Meminta bantuan Kufah, tak satu pun Syiah yang akan menolong. Akhirnya, Husein ditumpas di Padang Karbala. Bahkan kala penumpasan itu, tak satu pun hidung Syiah menampakkan diri, walau sekedar untuk menolong korban dari pihak Husein dan keluarganya. Nah, peristiwa pembantaian Husein oleh kaum Syiah itulah yang selalu mereka rayakan dan nikmati dalam momen-momen Asyura. Air mata mereka mengutuk para pembunuh Husein, sedangkan hati mereka berucap: “Alhamdulillah Husein dan keluarganya telah binasa di Karbala.”

“Jihad” kaum Syiah berikutnya ialah membantu Hulagu Khan (penguasa Mongol) untuk menumpas Khilafah Abbassiyah. Kemudian mereka berusaha melenyapkan kaum Sunni di Mesir, tetapi berhasil ditumpas oleh Nuruddin Mahmud Zanki. Mereka terus menikam perjuangan Shalahuddin Al Ayyubi. Mereka juga selalu menjadi musuh Khilafah Turki Utsmani, selalu kerjasama dengan negara-negara Nashrani Eropa untuk melemahkan Khilafah Turki. Di zaman kontemporer, Revolusi Khomeini di Iran telah menumpas Ahlus Sunnah di Iran. Mereka juga menikam perjuangan mujahidin di Afghanistan. Mereka membantai Ahlus Sunnah di Irak, Libanon, Suriah, Yaman, bahkan mereka hampir menguasai Bahrain.

Singkat kata, tidak ada Jihad kaum Syiah dalam sejarah, selain “jihad” yang diarahkan untuk memusnahkan dan menghancur-leburkan kaum Sunni. Sejarah klasik dan modern sudah memaparkan fakta. Bahkan dalam kasus Iran Contra Gate terbongkar skandal besar. Ternyata, di balik gerakan Kontra di Nikaragua, Amerika memasok senjata kepada para gerilyawan itu. Darimana dananya? Dari hasil kerjasama jual-beli minyak dengan Iran. Padahal dalam kampanye dunia, sudah dimaklumkan bahwa Amerika itu sedang konflik dengan Iran. Tetapi di balik itu ada sandiwara “jual-beli minyak” yang menggelikan. Kasus ini sangat terkenal, sehingga seorang kolonel Amerika dikorbankan sebagai tumbalnya.

KETIGA. Apa sih yang dilakukan Hizbullah (Syiah Rafidhah) di Libanon kepada Israel? Apakah dia terlibat perang terbuka dengan Israel? Apakah dia menduduki wilayah Israel dan berusaha mengusir penduduk Yahudi? Ternyata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya melepaskan tembakan mortir ke arah pasukan Israel atau wilayah Israel. Atau mereka melakukan tembakan senapan, atau tembakan rudal anti tank. Hanya itu saja. Mereka tidak pernah terlibat perang terbuka vis a vis, seperti para pejuang Ahlus Sunnah di Irak, Afghanistan, Chechnya dan lainnya. Jadi singkat kata, aksi-aksi Hizbullah itu hanya semacam “main-main” untuk membuang amunisi-amunisi ringan. Itu saja kok.

KEEMPAT. Dalam sejarah perang Arab-Israel, sejak merdeka tahun 1948 Israel sudah berkali-kali bertempur dengan pasukan Arab. Yang terkenal adalah perang tahun 48, perang tahun 67, dan perang tahun 70-an. Ia kerap disebut perang Arab-Israel. Setelah itu belum ada lagi perang yang significant. Dalam sejarah ini, lagi-lagi tiada peranan Iran sama sekali. Bahkan ketika Ghaza dihancur-leburkan Israel pada tahun 2008-2009 lalu, Iran lagi-lagi tidak terlibat apa-apa. Jadi, apa yang bisa dibanggakan dari manusia-manusia pemeluk agama Persia (Syiah Rafidhah) itu?

KELIMA. Menurut Ustadz Farid Okbah, di Iran itu sangat banyak orang-orang Yahudi. Menurut informasi, jumlahnya bisa mencapai 50.000 jiwa. Mereka bisa hidup aman dan sentosa di Iran, sedangkan Ahlus Sunnah hidupnya sangat menderita disana. Iran bersikap welcome kepada kaum Yahudi, dan sangat ofensif kepada kaum Muslimin. Ini adalah realitas yang sangat menyedihkan. Makanya tidak salah kalau ada yang mengatakan, Rafidhah lebih sadis dari orang-orang kafir lain.

Contoh yang sangat unik ialah kerjasama antara Hamas dan Iran. Banyak orang menyebutkan, Hamas kerap kerjasama dengan Iran. Hal itu konon berdasarkan sikap Syaikh Al Bana yang dulunya pernah berujar, bahwa Syiah adalah sesama saudara Muslim juga. Mereka sama-sama Ahlul Qiblah. Tetapi realitasnya, Ikhwanul Muslimin di Suriah dibantai puluhan ribu manusia disana oleh regim Hafezh Assad. Ternyata, regim itu dan anaknya, dibantu oleh Iran juga. Nah, ini kan sangat ironis. Hamas kerjasama dengan Iran, sementara Al Ikhwan di Suriah dibantai oleh regim Suriah yang didukung oleh Iran.

KEENAM. Propaganda bahwa Syiah Rafidhah itu musuh Zionis Israel, semua ini hanya propaganda belaka. Sejatinya mereka itu teman-karib, sahabat dekat, saling tolong-menolong, sebagian menjadi wali atas sebagian yang lain. Mereka ini selamanya tak akan pernah terlibat dalam peperangan. Kaum Yahudi membutuhkan Iran, sebagai seteru Ahlus Sunnah. Sedangkan Iran membutuhkan Yahudi, juga sebagai seteru Ahlus Sunnah. Dalam hadits Nabi Saw juga disebutkan bahwa kelak dajjal akan muncul dari Isfahan (salah satu kota di Iran yang saat ini banyak dihuni Yahudi) dengan 70.000 pasukan. Yahudi membutuhkan Iran, karena darinya akan muncul pemimpin mereka. Dan dalam literatur-literatur Syiah, sosok dajjal itu sebenarnya adalah sosok “Al Mahdi Al Muntazhar” yang selalu mereka tunggu-tunggu. Begitulah, banyak kesamaan kepentingan antara Syiah dan Yahudi.

KETUJUH. Fakta berikutnya yang sangat mencengangkan. Ternyata Syiah Iran juga menjalin kerjasama dengan China dan Rusia, dua negara dedengkotnya Komunis. Mereka ini umumnya kerjasama dalam soal industri, perdagangan, dan jual-beli senjata. Ketika Amerika berniat menjatuhkan sanksi akibat instalasi nuklir Iran, segera China dan Rusia memveto niatan itu. Kedua negara terang-terangan membela Iran. Begitu juga China dan Rusia juga membela regim Bashar Assad (semoga Allah Al Aziz segera memecahkan kepala manusia durjana satu ini, amin ya Mujibas sa’ilin) dari ancaman sanksi internasional. Sedangkan kita tahu, regim Suriah sangat dekat koneksinya dengan Iran. Jadi, kita bisa simpulkan sendiri posisi Iran di mata China, Rusia, dan regim Suriah.

Jadi kalau kemudian kita mendengar propaganda Syiah anti Yahudi, Syiah anti Amerika, Syiah anti Zionis, dan sebagainya…ya sudahlah, saya akan ketawa saja. Tidak usah dianggap serius. Anggaplah semua itu hanya “olah-raga kata-kata” saja (meminjam istilah seorang politisi busuk). Syiah selamanya akan berkawan dengan kaum kufar dan sangat apriori dengan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah). Mereka itu lahir dari sejarah kita, tetapi wujud dan hatinya milik orang kafir. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Semoga artikel sederhana ini bermanfaat. Semoga kita semakin sadar, bahwa Syiah Rafidhah bukanlah kawan. Mereka membutuhkan istilah kawan selagi masih lemah. Nanti kalau sudah kuat, mereka akan menghancur-leburkan Ahlus Sunnah. Tetapi cukuplah Allah Ta’ala sebagai Wali, Pelindung, dan Penolong kita. Dialah sebaik-baik Pelindung dan Penjaga. Walhamdulillahi Rabbil a’alamiin

Kasus Solo Bukan Terorisme Tetapi Operasi Intelijen

MT Arifin
(Pengamat Militer dan Intelijen)



Pengamat Militer dan Intelijen dari Solo, MT Arifin menceriterakan, pasca terjadinya penembakan mati terduga teroris di Solo, Farhan dan Mukhsin oleh pasukan Densus, Jum’at (31/8/2012), dirinya langsung diwawancarai oleh stasiun televisi swasta nasional dari Jakarta. Dalam wawancara itu dia mengemukakan bahwa kasus Solo itu bukanlah terorisme tetapi merupakan operasi intelijen.

Namun anehnya, sehari kemudian dirinya mendapat serangan santet yang datangnya dari arah Jakarta. “Alhamdulillah, serangan santet itu berhasil digagalkan,” ungkap MT Arifin yang juga memahami masalah supranatural tersebut. Pengamat Militer dan Intelijen itu tidak mau menduga-duga, siapa yang memerintahkan serangan jahat melalui ilmu hitam tersebut.

Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan MT Arifin seputar terorisme dan operasi intelijen untuk menciptakan keadaan dan mengalihkan isu krusial yang terjadi pada pemerintahan SBY.


Mengapa kelompok Islam selalu disebut teroris, sedangkan Kristen seperti RMS dan OPM separatis, padahal mereka lebih banyak menimbulkan korban bagi personil TNI dan Polri ?

Persoalan istilah teroris dan separatis bukan stigmatisasi terhadap kelompok yang melakukan perlawanan pada institusi resmi, tetapi didasarkan atas konsep politik yang berkaitan dengan sifat yang ingin dilakukan dengan melakukan tindakan itu. Separatis konsepnya berkaitan dengan pemisahan, misalnya suku atau daerah ingin memisahkan diri dari negara. Sedangkan teroris konsep politik yang berkaitan dengan tindakan kekerasan untuk membentuk opini publik dan melakukan tekanan terhadap kekuasaan. Jadi dasarnya adalah konsep politik.

Dalam konteks Kenegaraan, lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis ?

Persoalannya bukan lebih berbahaya mana antara teroris dan separatis. Persoalannya adalah gerakan itu menimbulkan efek yang bagaimana. Kemudian akibat dari efek itu akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi politik tertentu. Kalau dulu sampai sekarang separatis dihadapi oleh angkatan perang, tetapi kalau teroris dihadapi polisi. Kalau sekarang separatis dihadapi polisi, itu tergantung UU. Misalnya, kalau dianggap sebagai suatu tindakan yang membuat kekacauan di masyakarat dimana law and order terganggu, biasanya dihadapi polisi. Tetapi kalau sudah perlawanan total secara resmi, maka akan dihadapi militer dan semuanya dipengaruhi UU yang berlaku.

Mengapa sasaran Densus selalu umat Islam, padahal Kristen juga banyak terorisnya seperti Laskar Kristus yang aktif melakukan latihan militer di berbagai tempat tetapi dibiarkan saja ?

Kalau dilihat secara keseluruhan sebenarnya tidak begitu, terbukti Tibo cs yang melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Poso juga dihukum mati. Sebenarnya kalau dilihat dari segi hukum, siapapun dan apapun kelompok tanpa pandang bulu diberlakukan sama. Memang di Indonesia yang sering jadi sasaran adalah umat Islam karena mayoritas. Kemudian dilihat dari pergerakan dan sejarah serta rumusan yang ada di jaringan intelijen, yang menjadi sasaran berbahaya adalah umat Islam sejak kasus pemberontakan DI-TII pada masa Kartosoewirjo. Kalau saya baca di berbagai buku intelijen, memang berasal dari sana. Sehingga Islam menjadi satu corak yang dianggap sangat menonjol. Pertanyaannya, mengapa kelompok non Islam tidak melakukan itu, karena mungkin mereka tidak terlalu besar dan lebih banyak melakukan gerakan separatisme seperti RMS dan OPM. Sebenarnya umat Islam juga pernah melakukan gerakan separatisme seperti GAM di Aceh.

Saya kira juga dipengaruhi perkembangan di tingkat global, terutama munculnya terorisme di tingkat internasional akibat kegagalan menyelesaikan kasus Afghanistan, terutama setelah terjadinya perpecahan antara kelompok Mujahiddin dengan AS pasca kekalahan Uni Soviet di Afghanistan. Juga setelah terjadinya perbedaan pendapat antara AS dengan Irak masalah minyak yang menyebabkan terjadinya Perang Teluk Persia II setelah Irak menyerbu Kuwait (1990) sampai invasi pasukan AS ke Irak (2003) yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Saddam Hussein. Memang setelah itu terjadi suatu pergerakan dimana Islam bangkit menjadi kekuatan pengontrol terhadap Pan Americanisme. Sehingga menjadi suatu merek yang sangat laik pasar dan itu berpengaruh terhadap Indonesia. Persoalannya, karena wilayah umat Islam di Timur Tengah kaya akan minyak bumi dan biaya produksinya sangatlah murah jika dibandingkan dengan wilayah lain yang biaya produksinya sangatlah tinggi, karena itulah wilayah umat Islam selalu menjadi sasaran negara lain.

Apa korelasi antara terorisme dengan persediaan minyak dunia ?

Tahun 2000 lalu ada pertemuan ahli intelijen internasional dari Barat yang membahas persoalan hubungan internasional, dimana dinyatakan bahwa dunia Barat sangat kritis akan kebutuhan minyak. Karena itu minyak bumi menjadi salah satu fokus persoalan hubungan antar bangsa dan kebetulan yang menjadi masalah adalah kontrol Islam atas Barat setelah bubarnya Uni Soviet. Kemudian Islam menjadi kekuatan utama yang akan mengontrol pada saat Barat melihat minyak sebagai fokus persoalan antar bangsa, karena itu menimbulkan terorisme internasional.

Kalau sebelumnya ada terorisme nasional yang melahirkan gerakan seperti IRA di Irlandia dan gelombang kedua melahirkan terorisme ideologis seperti Tentara Merah di Jepang dan Italia, sekarang terorisme internasional memperebutkan SDA strategis seperti minyak dan Islam menjadi kekuatan utamanya. Sehingga lahirlah Teori Samuel Huntington yang menganggap Islam sebagai musuh Barat setelah jatuhnya Uni Soviet. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap Indonesia yang memiliki ketergantungan bantuan, peralatan, kerjasama, pendidikan, pelatihan dan utang dari Barat.

Selama ini Densus dibentuk, dilatih serta dibiayai AS dan Australia. Bagaimana komentar Anda sebagai pengamat militer dan intelijen ?

Bukan dibiayai, justru kita yang minta bantuan kesana karena tidak memiliki dana. Ada sebuah kritikan yang berasal dari pengamat intelijen pada beberapa kasus terorisme. Katanya bukan untuk persoalan terorisme, tetapi untuk membentuk opini dan menghentak negara yang dijadikan sasaran donatur. Karena itu sekarang bukan persoalan teroris, sebab kalau dilihat dari standar terorisme secara internasional, teroris bukan seperti di Indonesia dimana mereka menembak dengan pistol. Jadi perlu adanya standar mana yang disebut teroris dan mana yang disebut kejahatan, jadi harus jelas. Sebab jika tidak, maka nanti kalau proyek yang laku teroris, maka semuanya akan dimasukkan ke dalam kerangka teroris.

Jadi semakin ramai teroris, semakin menguntungkan Densus ?

Persoalannya bukan Densus, tetapi pemerintah. Kebetulan dana yang masuk ke pemerintah sebagian dioperkan ke kepolisian melalui Densus. Itu kan kerjasama antara pemerintah, apalagi polisi berada di bawah Presiden. Jadi yang menjadi persoalan bukannya Densus, tetapi pemerintah. Polisi selalu menjadi sasaran, padahal polisi hanya menjalankan perintah siapa lagi kalau bukan dari Presiden, dimana sekarang kita sedang menjalankan sistem Presidensial. Polisi sebenarnya tidak punya apa-apa, seumpama disuruh ke Timur ya ke Timur, disuruh ke Barat ya ke Barat.

Mengapa BNPT dan Densus selalu dikendalikan mereka yang anti Islam seperti Ansyaad Mbai, Gories Mere dan Petrus Golose ?

Tidak begitu, aparat dasarnya adalah prestasi. Jadi persoalannya bukan Islam dan non Islam. Orang non Islam yang senang pada Islam juga banyak, sebaliknya orang Islam yang tidak Islamis juga banyak. Justru kadang-kadang kelemahan kita dalam melakukan penilaian selalu bertolak-belakang dari Islam dan non Islam. Bagaimanapun juga mereka tidak memiliki kekuasaan apa-apa kalau tidak diberi wewenang. Jadi persoalannya kelembagaan, yang bekerja bukan hanya dia tetapi sebuah tim besar. Banyak polisi yang Islamnya bagus, tetapi persoalannya adalah dalam rangka pengamanan lembaga negara.

Jadi muaranya tertuju pada Presiden ?

Muaranya pada misi dari sebuah nation yang ditafsirkan pemerintah. Semestinya yang bertanggungjawab adalah pemerintah, bukan polisi.

Bagaimana pandangan Anda mengenai Program Deradikalisasi yang digerakkan BNPT ?

Saya jelas tidak setuju, dalam arti titik tolaknya darimana. Persoalan radikal dan tidak radikal akan dipahami dari konteks pengetahuan dan sikap radikal karena apa. Dalam UU Politik ada persoalan yang dinyatakan radikal. Jadi sikap radikal itu bukan persoalan orang itu radikal atau tidak radikal, tetapi dibangun oleh pengetahuan terhadap perkembangan nasional dan internasional serta rasa kesadaran akan ketidakadilan. Misalnya, pemerintah dalam mengatasi persoalan dianggap tidak adil, maka ini yang membentuk sikap radikal.

Jadi persoalan deradikalisasi semestinya berkaitan dengan bagaimana pemerintah mencoba untuk melaksanakan tujuan pemerintahan mengenai keadilan, kesejahteraan rakyat, menegakkan kebenaran, menegakkan hukum dan sebagainya. Pada saat sekarang telah terjadi kesenjangan yang tajam, mengenai pandangan pemerintah dan sikap yang dimiliki kelompok Islam dan non Islam serta hubungan antar mereka. Kesenjangan itu dipengaruhi informasi yang dimiliki dan perubahan sosial yang tinggi. Hal itu menyebabkan ketajaman hubungan karena terjadinya revolusi kebudayaan, dimana di Indonesia terjadi pada saat era reformasi sekarang. Itu yang menimbulkan persoalan dan tidak diantisipasi dengan program politik yang sistematik. Berbeda dengan Korea Selatan, sudah diantisipasi sejak awal bagaimana mengatur anak-anak main games. Tetapi disini tidak dan ini yang menjadi masalah. Jadi persoalan radikal dan tidak radikal adalah persoalan proses yang dialami oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarakat akibat adanya kesenjangan tertentu.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai rencana BNPT yang dipimpin Ansyaad Mbai untuk melakukan Sertifikasi Ulama ?

Saya kira itu tidak tepat, sertifikasi untuk apa ? Memang salah satu problem di kalangan ulama, da’i dan mubaligh adalah dalam menghadapi persoalan dimana banyak sekali pengajian yamg diberikan kelompok muda tamatan pesantren kilat. Hal ini juga terjadi di kalangan Kristen yang diberikan kelompok muda tamatan kursus Injil. Dalam memberikan ceramah, mereka belum sampai pada tingkat dengan wawasan luas, kemudian berceramah dengan sikap fanatik, dimana akhirnya menimbulkan hasil kontra produktif. Di kalangan pemuda Kristen yang fanatik juga banyak sekali dan saya mendapat laporan ini dari salah seorang pimpinan Univeristas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah. Jadi yang terdapat kelompok fanatik bukan hanya Islam saja tetapi juga Kristen. Tetapi masalahnya Islam di Indonesia mayoritas mutlak sehingga yang menonjol fanatismenya adalah Islam, padahal di Kristen juga banyak sekali yang fanatik dan fundamentalis. Fanatisme akibat itu semestinya dibicarakan dan diatasi masing-masing agama.

Apakah Sertifikasi Ulama yang akan dilakukan BNPT merupakan penghinan terhadap ulama ?

Saya kira itu tidak ada artinya. Sertifikasi biasanya pada program fungsional yang bersifat karier. Kalau ulama kan bukan jabatan karier. Sekarang persoalannya bagaimana strategi untuk menghadapi ekses-ekses itu.

Kembali ke terorisme, apakah operasi pemberantasan teroris yang digerakkan BNPT dan Densus memang proyek yang menguntungkan, dimana semakin banyak teroris yang berkeliaran maka semakin membuat kantong mereka tebal ?

Dulunya operasi semacam ini dilakukan militer dan intelijen. Jadi operasi anti terorisme bagi polisi adalah hal baru. Sekarang yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningkatkan kinerja polisi agar menjadi lebih professional. Tetapi bukan berarti saya mengatakan kalau polisi sekarang tidak profesional dalam menanggani kasus terorisme. Namun berdasarkan kasus yang ada, seharusnya polisi meningkatkan profesionalismenya, sehingga tidak sering melakukan kesalahan target atau sasaran. Polisi juga perlu meningkatkan pemahaman terhadap penegakan hukum dan perlindungan HAM. Selain itu persoalan terorisme seharusnya dikaji dari persoalan yang lebih tinggi, bukan hanya linier.

Bagimana Anda melihat kasus penembakan mati terhadap terduga dua teroris oleh Densus di Solo baru-baru ini ?

Saya melihatnya itu operasi intelijen, bukan terorisme. Perkara kemudian dikaitkan dengan terorisme, itu bisa saja. Karena dalam operasi itu digunakan orang yang mau. Bedanya, operasi intelijen dimaksudkan untuk menciptakan suatu keadaan, tetapi kalau terorisme menggunakan kekerasan untuk mempengaruhi suatu kebijakan. Banyak sekali kasus terorisme, tetapi kalau dilihat dari ilmu pengetahuan tentang terorisme, sesungguhnya bukan terorisme.

Kasus di Solo itu jelas merupakan operasi intelijen, jika dilihat dari sifat-sifatnya. Karena sekarang proyek yang paling laku dijual ya terorisme. Seorang teroris tidak mungkin mengaku dirinya sebagai teroris. Juga tidak mungkin teroris berkali-kali nongkrong pada satu tempat. Kalau teroris, begitu mengebom tidak akan kembali lagi ke tempat itu sampai puluhan tahun. Karena itu kita harus memperjelas, apa terorisme itu. Jangan sampai mendefinisikan terorisme dengan pola-pola kriminal. Sekarang yang terjadi di Indonesia, melihat terorisme sebagai pergerakan kriminal. Masak teroris hanya nongkrong disitu-situ saja, tidak berpindah-pindah tempat. Seharusnya teroris tidak seperti itu, karena konsekuensinya mati. Saya kira terorisme sebagai suatu cara untuk mengalihkan isu. Sebab kalau ada persoalan yang muncul di pemerintahan, maka untuk mengalihkan isu muncullah operasi pemberantasan terorisme. Kalau sudah begitu, semua media massa pasti akan melupakannya dan mengarahkannya kesana.

Kalau kasus penembakan mati dua orang terduga teroris di Solo, untuk mengalihkan isu yang mana di pemerintahan SBY ?

Kita lihat dari kategorinya, seperti kasus M Thoriq di Tambora, Jakarta. M Thoriq sudah diamati sejak setahun lalu, tetapi mereka baru menangkapnya pada saat diperlukan untuk mengalihkan isu. Seperti kasus Solo, adanya pemberitaan seorang anggota Densus yang mati tertembak tidak sebagaimana yang saya peroleh kabarnya. Juga kasus polisi yang tertembak di Prembun Purworejo beberapa waktu lalu. Kabarnya tertembaknya polisi tersebut hanya karena rebutan wanita, tetapi kemudian dikabarkan karena ditembak teroris. Waktu itu saya sudah protes pada salah seorang pejabat kepolisian di Polda Jateng, tetapi katanya sudah dilaporkan kasus yang sebenarnya ke Mabes Polri, tetapi ketika sampai di Jakarta ceriteranya jadi berubah menjadi kasus terorisme.

Banyaknya kasus terorisme, apa memang tujuannya untuk mendiskreditkan umat Islam Indonesia yang mayoritas ?


Persoalannya bukan umat Islam. Persoalannya kasus terorisme bisa digunakan untuk berbagai kepentingan. Seperti kepentingan untuk mengalihkan perhatian, peningkatan program sehingga mendapat dana yang besar, agar kinerjanya terlihat efektif dan sebagainya. Jadi kebetulan saja mereka latar belakangnya beragama Islam.

Mengapa setiap menjelang kedatangan pejabat tinggi AS ke Indonesia, selalu muncul kasus terorisme, seperti baru-baru ini menjelang kedatangan Menlu Hillary Clinton ?

Kalau itu bisa saja penafsiran-penafsiran, tetapi benar dan tidaknya kita tidak tahu. Karena dalam kasus terorisme di Indonesia sering kali terjadi kekurangan data, maka perlu dibuat data baru, sehingga dalam berbagai kasus terjadi seperti itu.

Bagaimana menurut Anda, sikap umat Islam Indonesia dalam menghadapi kasus terorisme yang sering terjadi ?

Pertama, media massa tidak memberitakan tentang terorisme dan penyelesaiannya. Kedua, umat Islam sebaiknya bersikap tidak reaktif. Sebab kalau bersikap reaktif maka ibarat paling enak dioper bola, pasti akan memburu. Jadi begitu ada isu terorisme muncul, pasti ada masalah yang sangat kritis di pemerintahan. Jadi sepertinya umat Islam tidak terkendali dan paling mudah dioper bola agar memburunya. Ketiga, umat Islam perlu mengetahui berbagai informasi strategis.

Sebab salah satu permasalahan yang dihadapi umat Islam Indonesia sehingga mudah menjadi radikal adalah karena membaca buku-buku terjemahan dari luar yang sangat berbeda dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Pasalnya, ketika agama jauh dari kajian kebudayaan, maka akan cenderung radikal. Sebaliknya, tatkala agama dikembangkan atas dasar pergulatan antara masyarakatnya dengan kebudayaan, maka akan cenderung tidak radikal, sebagaimana dakwah yang dikembangkan para Wali Songo dengan melalui pendekatan kebudayaan.

Abdul Halim