“Aksi penutupan rumah ibadah yang belakangan ini dilakukan pemerintah daerah di Indonesia perlu diakhiri. Sebab menurutnya, UUD 1945 khususnya pasal 28 E ayat 1, pasal 28 J dan pasal 29 ayat 2, sudah memberi jaminan kebebasan beragama bagi setiap warga negara ini,” tegas koordinator aksi Pendeta Edwin Marbun kepada sejumlah media, Senin (8/4/2013) di gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta.
Pendeta Edwin menuding negara sering dikalahkan oleh peraturan daerah yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk mengakomodir tuntutan kelompok-kelompok intoleran.
“Pemerintah harus menjamin kebebasan umat beragama setiap warga negara sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan di Indonesia,” sambungnya.
Menanggapi hal tesebut, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH. Muhammad al Khaththath menilai sikap kalangan gereja yang didukung kaum liberal tersebut adalah arogan dan anarkis.
"Ini menunjukkan sikap dan watak mereka yang asli yakni arogan dan anarkis. Mestinya pemerintah menerapkan asas proporsionalitas, satu gereja kapasitasnya berapa dan berapa jumlah gereja serta berapa total warga nasrani. Kalau sudah diaudit secara proporsional dan gereja mereka memang kurang, boleh saja ditambah, tapi sebaiknya kalau kebanyakan ya harus dikurangi," ujarnya kepada Suara Islam Online.
"Tapi kalau sudah banyak, sudah tidak proporsional, lalu malah ngotot terus mau membangun gereja apalagi ngotot mau mencabut peraturan tentang pembangunan rumah ibadah yang itu notabene hasil musyawarah para pimpinan masjelis-majelis agama termasuk kalangan gereja, ini justru patut ditenggarai bahwa mereka punya agenda terselubung. Apa itu, ya pemerintah dan FKUB harus cari motif-motif terselubung itu. Tapi yang paling penting ialah menyadarkan mereka agar tidak ngotot dan agar taat asas proporsionalitas kalau mereka mau disebut warga negara yang baik," tambah Sekjen FUI.
KH. Muhammad al Khaththath juga mengingatkan agar pemerintah mengawasi hal tersebut. "Pemerintah harus awas, maka harus diawasi keluar masuknya dana mereka, mengapa satu dua orang bisa bangun gereja megah. Dananya dari mana? Terus untuk apa? Apa mereka buat posko-posko untuk apa?" tanyanya.
Terkait aktivitas pemurtadan yang selama ini gencar dilakukan kaum nasrani, Sekjen FUI mengatakan itu sangat mungkin terjadi. "Mereka ingin menambah jumlah, bahkan kalau bisa menyeimbangkan jumlah mereka dengan umat Islam. Saya kira itu program jangka panjang mereka," katanya.
"Memang di dalam Al Quran dijelaskan bahwa orang-orang kafir itu pasti akan berusaha memurtadkan umat Islam (QS. Al Baqarah 217). Dan dalam ayat tersebut Allah SWT memberikan peringatan agar umat Islam jangan sampai ada yang murtad. Itu berbahaya dunia akhirat. Murtad itu lebih bahaya dari mencuri, berzina, maupun korupsi, sebab dosa-dosa selain murtad masih bisa diampuni. Tapi murtad tidak. Mereka yang murtad akan hapus amalannya dunia akhirat, menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Naudzu boillahi mindzalik!" jelasnya.
KH. Muhammad al Khaththath menjelaskan bahwa tugas utama pemerintah dalam Islam adalah menjaga agama. "Pemerintah harus benar-benar tegas terhadap siapapun dari aktivis gereja yang melanggar Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang pendirian rumah ibadah. Pemerintah wajib menjaga agama umat (hirasatud diin) agar jangan dinodai apalagi dipreteli oleh gerakan aliran sesat dan pemurtadan," tegasnya.
Selain itu Sekjen FUI itu juga mengajak komponen umat dari berbagai ormas Islam untuk bersatu menanggani masalah ini. "Ormas-ormas Islam juga harus bantu mereka memonitor pergerakan mereka yang hendak merusak keselamatan agama umat Islam. Dan segera melaporkan kepada pemerintah agar segera dicegah dan ditangkal serta diatasi bila sudah terjadi," ujarnya.
"Ormas-ormas Islam yang bernaung di FUI hendaknya mengaktifkan gerakan front anti pemurtadan seperti FAPB Bekasi untuk dinasionalkan dengan koordinasi yang baik sehingga bisa efektif menangkal upaya pemurtadan. Selain itu ormas dan lembaga Islam harus membina umat agar kebal dari upaya pemurtadan. Caranya dengan memperkuat aqidah Islam dan membina pemikiran Islam dan menjadikan pemikiran Islam sebagai celupan di masyarakat sehingga sensitif dengan upaya-upaya pemurtadan dalam modus dan berbagai upaya yang terselubung." tutupnya.
Menurut data-data yang dihimpun Suara Islam Online, permasalahan yang muncul selama ini terkait konflik pendirian rumah ibadah, karena pihak gereja selalu memanipulasi data, memalsukan tanda-tangan warga, dan selalu melanggar PBM, namun mereka membuat opini seolah-olah dilarang beribadah. Misalnya kasus gereja HKBP Ciketing, gereja Yasmin di Bogor, perobohan bangunan gereja di Kabupaten Bekasi, dan di tempat-tempat lain, semuanya bermula dari pelanggaran-pelanggaran pihak gereja.
Kalau sekarang Forum Rohaniawan se-Jakarta mau menuntut pencabutan PBM, itu memang strategi mereka selalu mencari gara-gara. Kalangan Kristen selalu berupaya menginternasionalisasikan konflik Islam-Kristen melalui berbagai media yang mereka kuasasi. Kemudian dunia internasional akan menekan pemerintah Indonesia melalui berbagai cara. "Ada PBM aja, gereja tumbuh liar sekitar 300 persen peningkatannya. Apalagi kalau PBM dicabut, bisa dibayangkan, mungkin Masjid dan Musholla bisa kalah banyak di negeri mayoritas muslim ini," kata mantan missionaris Bernard Abdul Jabbar. "Tuntutan pencabutan PBM oleh pihak gereja itu berarti menantang perang Umat Islam Indonesia", tambah Bernard.
Rep: Pina
Red: Agusdin
0 komentar:
Posting Komentar