Fakultas HUkum] | Univeristas Tulang Bawang |
OLEH : IMAM SUPRIADI
NPM : 0721 1180
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
PENGANTAR
Dalam Semeter V ini mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti Kuliah Kerja Lapangan Hukum ke Jakarta dan Bandung, dengan tujuan mengunjungi kantor Kejaksaan Agung (PUSDIKLAT KEJAGUNG) dan Kepolisian Republik Indonesia (PTIK) dari tangal 23 sampai dengan 25 Februari 2009. Maksudnya adalah untuk mengetahui dan mendalami masalah-masalah hukum yang biasa ditangani oleh dua instansi ini. Bagi mereka yang tidak ikut serta diwajibkan membuat laporan tentang tempat tugas mereka (kantor tempat bertugas). Penulis karena tidak mengikuti kegiatan tersebut, maka harus membuat laporan tentang apa apa yang dikerjakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Lampung. Dalam hal pembuatan laporan ini, jika ada yang kurang berkenan tak lupa penulis sampaikan permohonan maaf, karena tulisan ini mungkin jauh dari sempurna. Atas kebaikan hati para dosen dan khususnya dosen pembimbing, penulis ucapkan banyak terima kasih.
Wassalam
Penulis
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN MENGABDIKAN DIRI
UNTUK RAKYAT DAN BANGSA INDONESIA
DENGAN PRINSIP UNGGUL DENGAN CONTOH (LEADING BY EXAMPLE)
PENDAHULUAN
Sebuah organisasi yang baik dimulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penganggaran hingga pengawasan. Namun dari tipe ini, masih diperlukan suatu kegiatan yang bersifat bukan hanya pengawasan (controlling) tapi juga auditing. Perbedaannya adalah, jika pengawasan cukup dilakukan dari luar, namun kegiatan auditing atau pemeriksaan dilakukan lebih jauh hinga melihat pada hal-hal yang tidak dapat dlakukan oleh pengawasan, yakni melihat sampai ke berkas-berkas yang dilakukan oleh pihak manajemen. Dalam prinsipnya lebih dikenal luas tapi dangkal (pengawasan, sedangkan auditing atau pemeriksaan lebih bersifat sempit tapi dalam).
Dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan yang sudah diketahui umum adalah adanya dua instansi yang berbeda tugas pokok dan fungsi, yakni yang satu bernama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan satunya lagi bernama Badan Pemeriksa Keuangan. Keberadaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan hanya berdasarkan Keputusan Presiden, sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dasar Hukum Keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan
Pada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat, yakni Pasal 23E, 23F dan 23G. pada pasal 23E dijelaskan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggunjawab keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri, berikutnya dikatakan bahwa hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakat, Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya, serta hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Kemdian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Perihal Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai pengganti undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Terbitnya undang tersebut dikarenakan undang-undang yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman.
MELIHAT SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949. Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS, Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Badan Pemeriksa Keuangan pernah juga berkantor di Jl. Budi Utomo Jakarta Pusat. Terakhir sebelum memiliki gedung sendiri di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 31, BPK pernah bersatu kantor dengan DPR/MPR. Pada tahun 1979 gedung kantor telah selesai dibangun dan telah diresmikan penggunaannya. Tepatnya berhadapan dengan gedung DPR/MPR dan bersebelahan dengan kantor BNI. Gedung yang dibangun itu berlantai sembilan dengan fasilitas yang sangat terbatas, belum ada komputer maupun jaringan internet seperti sekarang ini. Jumlah pegawai, baik auditor maupun non auditor. Kegiatan sehari-hari hanya menggunakan mesin tik (secara manual) dan mesin hitung listrik yang menggunakan kertas gulungan (mesin hitung struk). Tahun-tahun selanjutnya BPK mulai mengadakan perubahan yang cukup berarti, yakni mulai membangun GEDUNG ARSIP sayap sebelah kanan dengan empat lantai. Arsip-arsip yang semula di gedung utama, mulai diungsikan ke gedung yang telah tersedia. Pada perkembangan selanjutnya BPK pun mulai mengembangkan organisasinya dengan membuka kantor perwakilan di Medan, Sumatera Utara dan Ujung Pandang (sekarang Makassar), Sulawesi Selatan.
SARANA DAN PRASARANA KERJA
Dimensi | Kondisi Sebelum Reformasi Birokrasi | Upaya Yang Dilakukan | Kondisi Setelah Reformasi Birokrasi |
Pemanfaatan Tekhnologi Informasi | Sangat Terbatas | Menyusun Aplikasi Utama untuk kegiatan di BPK (Perencanaa, Pemeriksaan, Personel dan Keuangan) nerworking (internet, LAN dan WAN), dan dukungan hardware untuk pelaksanaan tugas (notebook, printer, scanner dan VOIP) | Pemanfaatn tekhnologi efisiensi dan produktivitas seperti aplikasi perencanaan pemeriksaan, penganggaran dan pemantauan realisasinya |
Modernisasi Peralatan Kerja | Peralatan kerja yang ada banyak yang idle | Menyusun Standarisasi dan SOP pengadaan dan pemanfaatan fasilitas kerja | Pengadaan dan pemanfaatan peralatan kerja yang modern dan aplikatif |
Fasilitas Pendukung | Bangunan dan fasilitas pendukung lainnya masih terbatas dan kurang nyaman | Pembangunan dan renovasi gedung kantor dan fasilitas pendukung yang aman dan nyaman untuk mendukung produktivitas | Fasilitas pendukung yang aman dan nyaman bagi produktivitas kerja |
Silih Berganti Kepemimpinan
Sebelum BPK dipimpin oleh Prof. Dr. Anwar Nasution, yang mantan pejabat Bank Indonesia (Deputy Senior Bank Indonesia) adalah generasi terdahulunya seperti, Prof. Dr. Satriobudi Joedono atau yang lebih dikenal dengan Billy. Selanjutnya generasi dibawah beliau adalah Prof Dr. JB. Sumarlin (mantan Menteri Keuangan era Presiden Soeharto), Jenderal Muhmmad Jusuf (dikenal dengan pangilan pak Jusuf), Umar Wirahadikusuma, Dadang Suparajogi, R. Soerasno dan masih banyak lagi.
Pada era kepemimpinan Bapak Umar Wirahadikusuma, para pegawainya belum atau tidak merasakan perubahan yang berarti, bila ditilik dari kesejahteraan pegawai. Tapi ketika M. Jusuf menggantikan Umar Wirahadikusuma, perubahan itu mulai tampak, karena kesejahteraan pegawai BPK mulai diperhatikan oleh beliau. Gaya kepemimpinan dari satu pemimpin ke pemimpin lainnya memang berbeda. Pak Umar yang low profil dan tidak meledak-ledak, namun pernah memecat dua orang pejabat eselon II, hanya karena kesalahannya tidak mau diakui, sementara Pak Jusuf yang mantan jenderal, pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Menteri Pertahanan dan Keamanan era Presiden Soeharto. Selesai dari dua tugas itu, beliau dipercaya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia untuk dua periode, yakni sejak tahun1984 sampai dengan tahun 1989 dan 1989 sampai dengan 1994. Beliau berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya beliau adalah orang Makassar (dulu bernama Ujung Pandang). Kepemimpinan yang dianut adalah tegas dan keras. Beliau tak mengijinkan keluarga berbisnis menggunakan kesempatan dengan mengatasnamakan nama besar dan pengaruh beliau. Jika ada keperluan dengan beliau dari pihak keluarga maupun koleganya; beliau menyeleksi terlebih dulu apa maksud dan tujuan hendak bertemu dengan dirinya. Jika masalahnya hanya masalah keluarga, beliau mempersilakan untuk berurusan di rumah saja. Ada catatan penting yang terjadi, tatkala beliau mengadakan rapat dengan instansi terkait, baik departemen maupun non department, ada seseorang yang diundang (dari pihak tentara maupun sipil) hanya mengutus bawahannya (meski berpangkat sekalipun), beliau sangat marah, karena merasa tidak dihargai dan dihormati. Apabila orang itu diundang, maka konsekuensinya harus datang.
Posisi BPK Sekarang
Setelah BPK dipimpin oleh Prof. Dr. Nawar Nasution, kemajuan yang dicapai oleh BPK demikian pesatnya. Baik dilihat dari perubahan struktur organisasi, jumlah personil, jumlah kantor perwakilan, jumlah kegiatan maupun perubahan yang menyentuh pada tingkat kesejahteraan pegawai BPK. Dari segi struktur organsasi, organisasi BPK semakin tambun dan lebih menantang pada tugas-tugas mendatang. Jika struktur orgnisasi BPK hanya terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota (Ketua dan Wakil Ketua merangkap sebagai anggota ditambah lima orang anggota), tapi sekarang menjadi 9 (sembilan) orang anggota (Tetap Ketua dan Wakil Ketua merangkap sebagai anggota dtambah tujuh orang anggota). Disamping struktur organisasi di tingkat pusat, di tingkat daerah pun mengalami perubahan yang cukup signifikan/memadai. Pada waktu itu jumlah kantor perwakilan BPK hanya berada di Kota Jogyakarta, Medan dan Ujung Pandang (sekarang Makassar), kemudian berkembang lagi di Kota Palembang, Denpasar dan Banjarmasin. Mengingat amanat hasil amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945, maka kantor perwakilan BPK semakin melebar kemana-mana, sesuai amaantnya BPK harus memliki kantor perwakilan pada tiap provinsi di seluruh Indonesia, sebagaimana bunyi Pasal 23 ayat (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Adapun jumlah personil BPK (pegawai), baik pada tingkat pejabatnya maupun tingkat pegawainya, telah terjadi pergeseran yang sangat memadai/signifikan. Jumlah pegawai BPK telah mencapai puluhan ribu yang tersebar mulai dari kantor pusat (Jakarta), kantor perwakilan Jakarta hingga kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Akibat dari bertambahnya kantor perwakilan, maka jumlah pejabatpun bertambah dan berdampak kepada promosi dan mutasi jabatan. Tenaga-tenaga muda banyak direkrut untuk menempati posisi strategis, seperti jabatan Kepala Perwakilan dan lainnya. Kebijakan yang diberlakukan oleh pimpinan di Jakarta sungguh membawa angin segar di kalangan pegawai BPK, sehingga saat sekarang ini, banyak tenaga-tenaga auditor yang masih muda telah memiliki sertifikat pendidikan Strata dua (S2).
GAMBARAN REFORMASI DI TUBUH BPK RI
DIMENSI | KONDISI SEBELUM REFORMASI | UPAYA YANG DILAKUKAN | KONDISI SETELAH REFORMASI |
REKRUITMEN | Kriteria tidak spesifik sesuai kebutuhan | · Menyusun job description sesuai jabatan dan formasi jabatan serta melibatkan pihak independen | · Berbasiskan job description, kompetensi dan kebutuhan serta menggunakan pihak indpenden |
POLA KARIR | · Mementingkan senioritas saja· Jabatan struktural menjadi pilihan utama
| · Menyusun Standar Kom-petensi dan Pola Karir · Serta merancang Assesmen Center | · Kompetensi penting dan assesmen terlebih dulu · Jabatan struktural dan fungsional merupakan jenjang karir yang sama menariknya |
PENGELOLAAN | · Orientasi kepada administrasi kepegawaian | · Menyusun Standar Kompetensi dan Pola Karir, serta merancang assesmen center | · Pengelolaan berbasis kompetensi · Job analysis, job evaluation dan job grading · Training and development sinkron dengan individual plan |
INTEGRITAS | Sangat rendah dan rawan KKN | · Menyempurnakan peraturan internal mengenai kode etik dan disiplin pegawai yang transparan dan konsisten · Menerapkan absensi sidik jari | · Tingkat kehadiran jauh meningkat mencapai 90 % · Peningkatan jumlah pegawai |
PROFESIONALISME | Menunggu pekerjaan yang ditugaskan | Menyusun Individual Developmen Plan dan Menyusun Individual Appraissal Plan | Setiap individu merencanakan pekerjaan selama satu tahun dalam suatu individual develpomen plan dan akan diukur kinerjanya |
REMUNERASI | Sangat rendah, khususnya tunjangan tidak sebanding dengan resiko pekerjaan dan dibawah instansi lain seperti BPKP dan Depkeu | Menyusun peraturan internal mengenai pelaksanaan pem-bayaran mengenai Remunerasi BPK berdasarkan job analys dan job grading | Disetujui perbaikan Remunerasi bagi BPK oleh DPR per September 2007 dengan syarat program reformasi birokrasi berjalan baik |
Struktur organisasi BPK pada masa sekarang (era Prof. Dr. Anwar Nasution):
1. Ketua BPK merangkap anggota à Prof. DR. Anwar Nasution
2. Wakil Ketua merangkap anggotaà H. Abdullah Zainie, SH (Almarhum)
3. Anggota1à Drs. Imran, Ak
4. Anggota2à Drs. I Gusti Agung Made Rai, Ak.MA
5. Anggota3à Baharuddin Aritonang
6. Anggota4à Dr. Ir. Herman Widyananda, SE. M.Si
7. Anggota 5àHasan Bisri, SE
8. Anggota6à Sapto Amal Damandari
9. Anggota7à Irjen Pol. Drs. Udju Djuhaeri
Kantor-Kantor Perwakilan
1. Kantor BPK Perwakilan Daerah Istimewa Jogyakarta
2. Kantor BPK Perwakilan Sumatera Utara - Medan
3. Kantor BPK Perwakilan Sulawesi Selatan – Makassar
4. Kantor BPK Perwakilan Sulawesi Barat – Majene
5. Kantor BPK Perwakilan Sulawesi Utara – Manado
6. Kantor BPK Perwakilan Sulawesi Tengah - Kendari
7. Kantor BPK Perwakilan Bali - Denpasar
8. Kantor Perwakilan Sumatera Selatan – Kota Palembang
9. Kantor BPK Perwakilan DKI Jakarta
10. Kantor BPK Perwakilan Bengkulu
11. Kantr BPK Perwakilan Bangka Belitung (Kepulauan Bangka Belitung)
12. Kantor BPK Perwakilan Jambi – Kota Jambi
13. Kantor BPK Perwakilan Sumatera Barat - Padang
14. Kantor BPK Perwakilan Jawa Tengah - Semarang
15. Kantor BPK Perwakilan Jawa Timur - Surabaya
16. Kantor BPK Perwakilan Jawa Barat - Bandung
17. Kantor BPK Perwakilan Banten - Serang
18. Kantor BPK Perwakilan Kalimantan Selatan - Banjarbaru
19. Kantor BPK Perwakilan Kalimantan Tengah - Palangkaraya
20. Kantor BPK Perwakilan Kalimantan Barat - Pontianak
21. Kantor BPK Perwkilan Kalimantan Timur - Samarinda
22. Kantor BPK Perwakilan Jayapura
23. Kantor BPK Perwakilan Papua Barat - Manokwari
24. Kantor BPK Perwakilan Lampung
25. Kantor BPK Perwakilan Riau
26. Kantor BPK Perwakilan Kepulauan Riau
27. Kantor BPK Perwakilan Gorontalo
28. Kantor BPK Perwakilan Nusa Tenggara Barat
29. Kantor BPK Perwakilan Nusa Tenggara Timur
30. Kantor BPK Perwakilan Maluku
31. Kantor BPK Perwakilan Maluku Utara
32. Kantor BPK Perwakilan Daerah Istimewa Aceh
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR BPK-RI PERWAKILAN LAMPUNG
1. Kepala Perwakilan à Pejabat Esselon II
2. Kepala Kesekretariatan Perwakilan à Pejabat Esselon III
3. Kepala Sub Auditorat Lampung I à Pejabat Esselon III
4. Kepala Sub Auditorat Lampung II à Pejabat Esselon III
5. Kepala Seksi Lampung IA à Pejabat Esselon IV
6. Kepala Seksi Lampung IB à Pejabat Esselon IV
7. Kepala Seksi Lampung IIA à Pejabat Esselon IV
8. Kepala Seksi Lampung IIB à Pejabat Esselon IV
9. Kepala Sub Bagian Kesekretariatan Perwakilan à Pejabat Esselon IV
10. Kepala Sub Bagian Hukum dan Perundang-undangan à Pejabat Esselon IV
11. Kepala Sub Bagian Kepegawaian à Pejabat Esselon IV
12. Kepala Sub Bagian Keuangan à Pejabat Esselon IV
13. Kepala Sub Bagian Umum à Pejabat Esselon IV
14. Para Pejabat Fungsional (Auditor)
15. Para Staf Administrasi Umum
KEGIATAN PEMERIKSAAN
I. Gambaran Umum Pemeriksaan
Gambaran Umum Pemeriksaan adalah gambaran tentang secara umum terhadap maksud dan tujuan dari pemeriksaan BPK-RI dalam kegiatan pemeriksaan pada entitas pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut pada awalnya hanya berupa atau berbentuk temuan (lembar temuan pemeriksaan) yang akan disampaikan oleh BPK kepada Auditee (Entitas Pemeriksaan). Selanjutnya Hasil pemeriksaan tersebut disampaikan dalam bentuk buku terhadap apa-apa yang telah dilihat dan dinilai dengan kesimpulan kepada Pimpinan entitas (dalam hal ini Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota).
Kantor BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung, sebagai otoritas pemeriksa di daerah, hanya menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada instansi yang diperiksa, juga menyampaikannya kepada instansi penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor BPK-RI Perwakilan Bandar Lampung hanya mencakup Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (selanjutnya disingkat APBD), termasuk juga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti Bank Pembangunan Daerah atau Bank Daerah, Perusahaan Daerah Air Minum serta Rumah Sakit Umum Daerah.
Gambaran Umum Pemeriksaan adalah beberapa pedoman kerja yang biasa dilakukan oleh para Auditor BPK, yakni terdiri atas Dasar Hukum Pemeriksaan, Standar Pemeriksaan, Tujuan Pemeriksaan, Sasaran Pemeriksaan, Metode Pemeriksaan (terbagi lagi dalam a. pendekatan resiko, b. pengujian dalam pemeriksaan, c. uji petik pemeriksaan/sampling audit dan d. pelaporan), Jangka Waktu Pemeriksaan, Entitas yang Diperiksa, Anggaran dan Realisasi serta Lingkup Pemeriksaan.
Adapun rincian dari uraian diatas adalah sebagai berikut:
1. Dasar Hukum Pemeriksaan, terdiri atas:
- Pasal 31 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
- Pasal 56 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
- Pasal 2 UU Nomr 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
- Pasal 1 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan;
- Rencana Kegiatan Pemeriksaan (RKP) BPK-RI Tahun Anggaran 200x
2. Standar Pemeriksaan
Peraturan BPK-RI Nomor I Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
3. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menguji dan menilai ketaatan pada Peraturan Perundangan yang berlaku, ketertiban pengelolaan dan kelayakan pertanggungjawaban keuangan serta pelaksanaan kegiatan Belanja Daerah (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) yang digunakan untuk peningkatan di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dengan memperhatikan segi ekonomis, efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Sasaran Pemeriksaan
Pemeriksaan atas Belanja Daerah (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) TA 200x meliputi pengujian dan penilaian atas ketaatan pada Peraturan Perundangan yang berlaku, ekonomis, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan terutama untuk peningkatan di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.
5. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan atas Belanja Daerah (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) tersebut akan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan anggaran dan Sistem Pengendalian Intern dengan pendekatan:
- Pendekatan Resiko:
Metodologi yang diterapkan dalam melaksanakan pemeriksaan Belanja Daerah tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan resiko. Pendekatan resiko yang dilakukan dalam pemeriksaan ini didasarkan pada pemahaman dan pengujian atas efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) mengenai pencatatan pengeluaran uang dan pelaporan Belanja Daerah tersebut. Hasil pemahaman dan pengujian SPI ini akan menentukan tingkat keandalan SPI proyek sesuai dengan asersi manajemen dan ketentuan yang berlaku. Penetapan resiko pemeriksaan (audit risk) bersama-sama dengan tingkat keandalan pengendalian (resiko pengendalian), tingkat resiko bawaan (inherent risk) entitas akan menjadi acuan menentukan resiko deteksi (detection risk) yang diharapkan dan jumlah pengujian yang akan dilakukan serta penentuan focus pemeriksaan. Dalam hal ini resiko pengendalian Belanja Daerah dengan memerhatikan tingkat materialitas akan digunakan untuk penentuan jumlah pengujian proyek terkait.
- Pengujian dalam pemeriksaan:
Pemeriksaan proyek (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) tersebut dilakukan dengan pemahaman atas SPI, pengujian atas pengendalian terbatas pada angka-angka yang disajikan untuk dapat mengumpulkan bukti yang dapat mendukung kesimpulan pemeriksaan. Pemeriksaan ini melakukan penguian subtantif (pengujian terinci) atas transaksi keuangan secara terbatas.
- Uji Petik Pemeriksaan (Sampling Audit):
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan pengujian secara uji petik atas unit-unit dalam populasi yang akan diuji. Kesimpulan pemeriksaan akan didapat berdasarkan hasil uji petik yang dijadikan dasar untuk menggambarkan kondisi dari populasinya. Dalam pemeriksaan ini, pemeriksa mmenggunaka metode non statistic sampling atau metode sampling yang berdasarkan judgment (pertimbangan), dengan memerhatikan tingkat resiko yang ada, untuk menentukan jumlah dan unit populasi yang akan diuji petik. Judgment pemeriksa diarahkan untuk menjamin kecukupan jumlah sample yang akan diuji dan keterwakilan sample yang dipilih dari populasi baik dari segi nilai angka rupiah dan jenis transaksinya.
- Pelaporan:
Laporan hasil pemeriksaan memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan.
6. Jangka Waktu Pemeriksaan:
Pemeriksaan dilakukan selama 30 hari (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) sesuai dengan Surat Tugas dari Kepala Perwakilan BPK-RI di Bandar Lampung.
7. Entitas Yang Diperiksa:
Obyek pemeriksaan adalah Pemerintah Porvinsi atau Kabupaten/Kota X dan Instansi terkait.
8. Anggaran dan Realisasi:
Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota X Tahun Anggaran Y
9. Lingkup Pemeriksaan:
Lingkup pemeriksaan diarahkan pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan terutama untuk peningkatan di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang meliputi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal pada Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Peternakan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Kelaurga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten X
II. Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern
Hasil pemeriksaan sistem pengendalian intern adalah pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern auditee (entitas pemeriksaan) yang terdiri atas penilaian terhadap organisasi, kebijaksanaan, perencanaan, prosedur, personalia, pencatatan, pelaporan serta pengawasan intern. Penilaian terhadap organisasi adalah untuk memperoleh pemahaman bahwa organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan atas kegiatan pelaksanaan APBD telah sesuai dengan gambaran organisasi yang, dalam prakteknya tidak terdapat perangkapan jabatan yang dapat melemahkan pengendalian intern. Selanjutnya, penilaian terhadap kebijaksanaan adalah untuk menilai bahwa sebagian besar kebijakan yang dierapkan telah mematuhi ketentuan-ketenuan yang berlaku. Dalam hal penilaian terhadap perencanaan, dimaksdkan untuk memeroleh gambaran bahwa Dinas/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah mengusulkan kegiatan belanja langsung dan tidak langsung (contoh untuk pemeriksaan Belanja Daerah) dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), yang telah didukung atau didasarkan hasil survey dan kebutuhan dari satuan kerja daerah yang bersangkutan. Penlaian selanjutnya adalah terhadap Prosedur, dimana dalam penilaian ini adalah telah terpenuhinya aturan atau ketentuan sebagaimana yang diatur baik dalam peraturan perundangan maupun peraturan lainnya yang diberlakukan.
Penilaian terhadap Pencatatan, dilakukan untuk mengetahui apakah transaksi atas Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung telah diselenggarakan oleh Bendaharawan dalam Buku Kas Umum dan Buku Kas Pembantu yang diperiksa, pada umumnya telah sesuai dengan Peraturan Menteri alam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.
Jenis-Jenis Pemeiksaan
Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Lampung adalah hanya berupa pengelolaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang meliputi Pemeriksaan Keuangan (Finance Audit), Pemeriksaan Kinerja (Performance Audit) dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Semua jenis pemeriksaan ini pada prinsipnya sama seperti yang dilakukan oleh pusat maupun perwakilan-perwakilan lain di seluruh Indonesia.
Diawali dengan pemeriksaan keuangan, yang biasa dilakukan pada awal tahun (sekitar bulan Maret atau April) adalah setelah pemerintah daerah selesai menyusun Neraca per tahun anggaran bersangkutan. Laporan Neraca sudah harus disampaikan kepada BPK RI Perwakilan Lampung di Bandar Lampung, selanjutnya dilakukan pemeriksaan selama satu bulan atau lebih. Lamanya satu bulan dilakukan untuk pemeriksaan pada kabupaten/kota, sedangkan pada provinsi waktunya lebih dari satu bulan (satu setengah bulan), karena luas dan banyaknya yang harus diperiksa yang tersebar pada kabupaten/kota. Kemudian Pemeriksaan Kinerja dilakukan pada entitas tertentu atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu. Missal pemeriksaan kinerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (milik Provinsi) atau pada Dinas Pendidikan Nasional provinsi. Terakhir adalah pemeriksaan dengan tujuan tertentu, biasanya ditujukan untuk suatu kebutuhan tertentu, seperti pemeriksaan Pendapatan Daerah atau Belanja Daerah, ataupu pemeriksaan investigasi. Dalam hal tim pemeriksa yang diturunkan, biasanya satu tim terdiri dari empat (4) orang, dengan satu bertindak selaku ketua tim.
PRINSIP LEADING BY EXAMPLE
Banyaknya harapan masyarakat yang digantungkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, semenjak kepemimpinan dipegang oleh Bapak Anwar Nasution, telah menunjukkan hasil yang nyata, yakni banyaknya kasus-kasus yang diungkapkan oleh BPK perihal tindak pidana korupsi muncul ke permukaan. Satu per satu kasus yang mungkin dulunya mengendap, berhasil dibongkar oleh BPK. Semisal kasus Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kasus korupsi pada Dana Abadi Umat dan kasus pada Komisi Pemilihan Umum.
Mengikuti jejak yang di pusat, Badan Pemeriksa Keuangan di perwakilan-perwakilan di seluruh Indonesia pun berhasil mencuatkan kasus-kasus yang cukup mengagetkan banyak pihak. Semisal kasus Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat (kasus korupsi pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran), kasus-kasus korupsi yang menyangkut para anggota legislatif (DPRD) pun mengemuka. Sebagai kantor perwakilan yang terdekat dengan Jakarta, Kantor Perwakilan di Bandar Lampung pun, telah mencuatkan dua orang Kepala Daerah, yakni Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur. Dalam kasus tersebut berkaitan dengan dana yang tersimpan pada Bank Tripanca, sebagai bank perkreditan rakyat. Konon Bank Tripanca sebagai bank perkreditan rakyat jika terjadi ‘RUSH’ atau Pailit, hanya dijamin oleh Bank Indonesia sebagai Bank Pengawas besarnya satu milyar rupiah. Jika demikian adanya, maka sangatlah mustahil Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah untuk dapat menarik seluruh dananya yang terparkir/tersimpan pada Bank Tripanca, sama halnya dengan dana milik Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang dananya sangat besar sejumlah seratus tujuh milyar rupiah
Kasus-kasus yang berhasil diungkap oleh BPK juga disertai dengan pembenahan organisasi yang berada di lingkungannya, agar ke depannya pengungkapan kasus-kasus lebih terarah kepada pengungkapan penyalahgunaan wewenang atau tindak pidana korupsi. Jika BPK bisa menilai entitas yang diperiksa, maka BPK pun menyadari arti dari ketertiban dan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Melihat kesalahan orang lain memang lebih mudah ketimbang melihat kesalahan diri sendiri.
Prinsip-prisnip yang saat ini digencarkan adalah Leading By Example, artinya BPK ingin menunjukkan kepada pihak-pihak yang selama ini dipantau atau dinilai kinerjanya, memberikan keteladanan dengan membuka diri untuk dinilai oleh ‘Orang Lain’ atau pihak lain. Dalam hal ini BPK mencoba memulainya dengan mengundang unsur dari luar untuk melihat dan menilai kinerja BPK seperti apa. Pada pelaksanaannya BPK meminta tenaga audit professional semacam Akuntan Publik, memeriksa pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara dalam menilai laporan keuangannya yang dituangkan dalam bentuk neraca. Al hasil, BPK telah dinilai baik, sebagaimana prinsip pengelolaan keuangan, yakni prinsip transparan dan akuntable.
Dalam pekerjaan lainnya, BPK telah banyak melakukan Up-Grade terhadap para tenaga Auditornya dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya dalam mengaudit. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh BPK, diantaranya memberikan pelatihan secara intensif tentang pengetahuan yang berkaitan dengan pemeriksaan, demi meningkatnya kemampuan para auditor. Seperti contoh, BPK melakukan pelatihan tentang cara-cara mengaudit dengan tekhnik akuntansi berbasis computer atau Audit Command Language,memberikan pelatihan tentang ke Pekerjaan Umum-an (ke-PU-an) serta mendidik tenaga-tenaga auditor tertentu yang dianggap telah memenuhi syarat untuk dikursuskan menjadi Ketua Tim Yunior, menjadi Ketua Tim Senior, menjadi Pengendali Tekhnis Yunior, menjadi Pengendali Tekhnis Senior, dan terakhir untuk menjadi Pengendali Mutu.
0 komentar:
Posting Komentar